Jakarta (ANTARA News) - Indonesia mengalami defisit belanja permesinan sekitar empat miliar dolar Amerika Serikat (AS) per tahun karena industri permesinan di dalam negeri belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan mesin oleh kalangan industri di Indonesia. "Bila industri tekstil dan produk tekstil (TPT) menghasilkan surplus sekitar 5- 6 miliar dolar AS per tahun, maka di bidang industri permesinan terjadi defisit sekitar empat miliar dolar AS," kata Dirjen Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka (ILMTA) Anshari Bukhari, di Jakarta, Senin. Ia mengakui, selama ini sekitar 90 persen kebutuhan di Indonesia masih diimpor dari berbagai negara terutama China yang harga mesinnya relatif lebih murah dibandingkan dengan mesin dari Eropa yang harganya semakin meningkat seiring dengan menguatnya mata uang Euro. "Industri permesinan kita memang belum berkembang, sehingga sebagian besar mesin masih diimpor. Itu tantangan bagi kita ke depan, bagaimana industri mesin kita bisa memenuhi kebutuhan mesin di dalam negeri," ujarnya. Kendati demikian, industri mesin nasional mampu mengekspor produknya ke berbagai negara dengan pertumbuhan nilai ekspor sekitar 8 hingga 8,5 persen per tahun. Pada 2001 nilai ekspor mesin Indonesia mencapai 1,02 miliar dolar AS dan terus meningkat sehingga pada 2007 mencapai 3,5 miliar dolar AS. Namun, pertumbuhan nilai ekspor tersebut lebih kecil dibandingkan pertumbuhan nilai impor yang mencapai sekitar 10 persen per tahun. Pada 2001 nilai impor mesin mencapai sekitar 4,3 miliar dolar AS dan tumbuh menjadi 8,3 miliar dolar AS pada 2007. Anshari menilai permintaan mesin di dalam negeri akan terus ada di dalam negeri. "Untuk industri yang memiliki rencana jangka panjang cenderung memilih beli mesin baru," ujarnya. Namun, lanjut dia, ada juga industri yang membeli mesin bekas dari pabrik sejenis yang tutup akibar relokasi ke negara lain. "Kami tidak merekomendasikan membeli mesin bekas," ujarnya. Terkait dengan kebutuhan mesin untuk kalangan industri, Kadin Indonesia bersama sejumlah asosiasi akan menyelanggara pameran permesinan atau MTT 2008 yang digabung dengan Bursa Komponen ke-6 pada 27-30 Agustus 2008. Wakil Ketua Komite Tetap Kadin Indonesia A Safiun mengatakan ada sekitar 600 perusahaan yang terlibat dalam pameran tersebut, baik dari industri permesinan dan komponen di dalam negeri, maupun industri permesinan dari luar negeri. Besarnya pasar mesin di Indonesia juga terlihat dari tingginya impor mesin untuk barang modal. Safiun menyebutkan pada 2006 saja misalnya impor mesin tekstil dan produk tekstil mencapai sekitar 400,635 juta, impor mesin kertas mencapai 742,495 juta, impor mesin logam mencapai 300,864 juta, impor mesin produksi makanan dan minuman mencapai 422,798 juta, serta impor mesin pengolah karet dan plastik mencapai 183,137 juta. Dirjen Industri Alat Transportasi dan Telematika (IATT) Depperin, Budi Darmadi mengharapkan pertemuan antara produsen mesin dan komponen bisa memicu sinergi untuk memperkuat struktur industri nasional, baik di bidang permesinan, otomotif, dan elektronik. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008