Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Negara Koperasi dan UKM mengusulkan segera dibentuk lembaga pemeringkat atau "rating" yang berfungsi sebagai penilai kualitas kelembagaan maupun kinerja lembaga keuangan mikro (LKM) di Indonesia. "Kami mulai berpikir untuk merapikan lembaga keuangan secara institusionalnya artinya perlu segera dibentuk lembaga rating untuk menilai kualitas kelembagaan maupun kinerja keuangan mikro," kata Deputi Menteri Negara Koperasi dan UKM Bidang Pengembangan dan Restrukturisasi Usaha, Chairul Djamhari, di Jakarta, Senin. Apalagi, menurut dia, saat ini jumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang beroperasi di seluruh Indonesia sebagai kepanjangan tangan perbankan nasional sudah mencapai lebih dari 1.500 unit. Ia mengatakan, lembaga rating yang diusulkan tersebut idealnya bukan berasal dari pemerintah maupun Bank Indonesia. "Tetapi bisa juga diperankan oleh lembaga keuangan terkait," katanya. Lembaga tersebut sebenarnya merupakan syarat yang harus ada sebelum mengoptimalkan peran lembaga keuangan mikro yang jumlahnya ribuan di kalangan masyarakat. Menurut Chairul, lembaga rating harus bersifat independen, diakui perbankan, dan bisa melakukan fungsi-fungsi yang telah ditetapkan. "Kita harus menyadari pembentukan lembaga rating ini sebagai prioritas," katanya. Instansi yang dapat mengeluarkan legalitas bagi keberadaan lembaga rating adalah Departemen Keuangan. Idealnya dilahirkan oleh asosiasi pengguna lembaga rating itu sendiri yaitu BPR-BPR atau lembaga keuangan mikro yang ada. "Logikanya sederhana, BPR-BPR itulah yang akan menggunakan lembaga rating tersebut sehingga seharusnya dari merekalah lembaga tersebut lahir," katanya. Menurut Chairul, sudah saatnya mereformasi kategori atau klasifikasi koperasi yang tidak semata pada standar-standar yang telah ditetapkan seperti saat ini, misalnya jumlah aset, jumlah anggota, dan SHU. "Tetapi harus ada parameter yang bisa mewadahi semua itu dan disesuaikan dengan dengan kelompoknya, tempatnya, ataupun wilayahnya. Sayangnya selama ini kita terbiasa berpikir monolitik padahal memperlakukan koperasi itu harus disesuaikan dengan kondisinya," katanya. Lembaga rating akan berperan penting dalam kasus tersebut. Saat ini sebenarnya dapat segera dirintis cikal bakal lembaga rating tersebut. Apalagi, kata Chairul, di BI sendiri ada kelompok kerja (Pokja) linkage program yang selama ini tugasnya mencatat atau mendokumentasikan skema-skema pendanaan yang bisa di salurkan ke lembaga keuangan mikro. "Itu belum dimanfaatkan dengan baik kecuali untuk generik model linkage program. Idealnya tidak berhenti pada bank saja tetapi juga BPR yang jumlahnya ribuan," kata Chairul Djamhari. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008