Jakarta (ANTARA) - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengatakan anggota 575 anggota DPR RI periode 2019-2024 harus dapat memahami tugas dan wewenangnya agar kepercayaan masyarakat tidak semakin tergerus.
"Mereka harus pahami benar-benar, salah satu ujian saat ini adalah sikap DPR baru terhadap keberadaan KPK," ujar peneliti Indef Rusli Abdullah ketika dihubungi di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, keberadaan KPK yang diperkuat dapat menepis sorotan negatif dari publik pada DPR beberapa hari terakhir.
Bagi pelaku ekonomi, lanjut dia, keberadaan KPK yang kuat menjadi sorotan penting mengingat dampaknya cukup besar bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
"Secara umum, hampir tidak ada negara yang bisa kompetitif jika tingkat korupsinya tinggi," ucapnya.
Bagi pelaku usaha lanjut dia, keberadaan KPK yang kuat juga akan membuat biaya operasional menjadi efisien, karena tidak akan ada tambahan biaya lainnya.
"Pelemahan KPK tentu akan memicu bermunculannya pejabat yang korup, itu akan meningkatkan ongkos niaga hingga risiko pembatalan perjanjian," katanya.
DPR, ia menambahkan, juga memiliki tugas untuk memberikan persetujuan atas RUU tentang APBN. Dengan keberadaan KPK yang lemah, dinilai dapat membuat dana APBN menguap.
"Perilaku korupsi akan membuat dana APBN bisa menguap, dampaknya pada kualitas pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah yang rendah," katanya.
Revisi terhadap UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK telah disahkan pada 17 September 2019 di DPR. Revisi UU KPK tersebut mendapat penolakan dari sebagian masyarakat karena dinilai memuat pasal-pasal yang akan melemahkan KPK.
Meski telah disahkan di DPR, UU KPK yang baru tersebut belum ditandatangani dan dinomori oleh Presiden Joko Widodo. Namun sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, sebuah UU akan tetap menjadi sah meskipun tidak ditandatangani hingga paling lama 30 hari sejak disetujui.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019