Ada yang ketakutan jadi lari dan tidak membawa bawa apa-apa lagi bahkan ada yang saking takutnya sehingga ketika sampai di sini mereka lari-lari, karena melihat banyak orang.

Jayapura (ANTARA) - Lebih dari 300 pengungsi asal Wamena, Kabupaten Jayawijaya ditampung sementara di Tongkonan, Kotaraja, Abepura, Kota Jayapura sejak Jumat (29/9) lalu, menyusul demonstrasi anarkis yang berujung kerusuhan di Wamena pada Senin (23/9).

"Dari yang kami data, jumlahnya ratusan, walaupun sebagian pengungsi dijemput oleh keluarganya, hingga kini pengungsi yang kami data sudah sekitar 900 pengungsi," kata Sekretaris Umum Ikatan Keluarga Toraja (IKT) Provinsi Papua, Yulius Palulungan di Jayapura, Selasa.

Dari 900 pengungsi yang didata, kata Yulius, sebagian di antaranya dijemput oleh keluarganya. Hingga kini pengungsi yang masih ditampung di Tongkonan, Kotaraja, Abepura, Kota Jayapura ini sekitar 300 lebih pengungsi asal Wamena.

"Tiga ratusan pengungsi yang sementara di tampung di Tongkonan ini rata-rata penduduk di Wamena. Jumlah ini akan terus bertambah karena mereka terus berdatangan ke sini," ujar Yulius.

Dia mengatakan pengungsi yang sementara ditampung di Tongkonan itu ada yang datang dengan baju di badan, tidak membawa pakaian di tangan karena terbakar dalam rumahnya.

"Ada yang ketakutan jadi lari dan tidak membawa bawa apa-apa lagi bahkan ada yang saking takutnya sehingga ketika sampai di sini mereka lari-lari, karena melihat banyak orang," katanya.

Baca juga: Rp778,7 juta terkumpul dalam lima hari untuk perantau di Wamena

Baca juga: Dua ratusan pengungsi Wamena tiba di Timika

Dengan kondisi demikian, ia memanggil guru-guru sekolah minggu untuk memberikan motivasi dan bercerita dengan anak-anak guna membantu membangkitkan semangat mereka kembali.

Yulius yang juga Koordinator penanggulangan pengungsi dari Wamena di Tongkonan Kotaraja itu menambahkan pihaknya belum mendata secara detail anak-anak yang sekolah dan berapa umur anak-anak tersebut.

"Kami masih mendata secara umum, belum secara rinci artinya laki-laki dewasa berapa orang, perempuan berapa, dan juga umurnya. Anak-anak juga kami belum mendata secara detail balita berapa, anak-anak berapa, yang sudah sekolah berapa yang belum sekolah berapa," ujarnya.

Aksi unjuk rasa berujung kerusuhan di Wamena, pada Senin, 23 September 2019 itu menyebabkan 33 orang meninggal dunia, baik warga pendatang maupun warga Papua. Pendemo juga merusak dan membakar ratusan bangunan milik pemerintah maupun swasta didaerah tersebut.*

Baca juga: Pemprov Papua harap warga Sulsel terdampak rusuh Wamena tetap tinggal

Baca juga: Dinas PPPA Papua berikan pemulihan trauma bagi pengungsi Wamena

Pewarta: Musa Abubar
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019