Sayangnya, iklan produk SKM yang telah bertahun-tahun menjadi konsumsi masyarakat mengakibatkan masyarakat terlanjur beranggapan bahwa SKM adalah susu yang layak dikonsumsi keluarga.
Jakarta (ANTARA) - Ketua Yayasan Abhipraya Insan Cendekia (YAICI) Arif Hidayat mengatakan para orang tua masih menganggap susu kental manis (SKM) sebagai susu dan terbiasa memberikannya pada anaknya.
"Berbagai alasan orang tua terutama di wilayah pedesaan dalam memberikan SKM untuk anak adalah fakta yang ditemukan di masyarakat khususnya di pedesaan. Mereka masih menganggap SKM itu sebagai susu. Alasannya karena sudah terbiasa serta pengaruh iklan di televisi," ujar Arief dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.
Padahal SKM memiliki kandungan gula yang tinggi yaitu 20 gram persekali saji atau satu gelas dengan nilai protein 1 gram, lebih rendah dari susu lainnya.
Sebelumnya, pada 2018, YAICI bekerjasama dengan Yayasan Peduli Negeri (YPN) Makassar dan Stikes Ibnu Sina Batam melakukan survei tentang Persepsi Masyarakat tentang SKM.
Survei yang dilakukan terhadap 400 ibu di Kota Kendari dan 300 ibu di Kota Batam yang memiliki anak usia 7 tahun, menunjukkan sebanyak 97 persen ibu di Kendari dan 78 persen ibu di Batam memiliki persepsi bahwa susu kental manis adalah susu yang bisa di konsumsi layaknya minuman susu untuk anak.
"Untuk itu perlu ada edukasi pada masyarakat bahwa SKM bukanlah susu."
Baca juga: YAICI sebut susu kental manis berbahaya bagi anak
Baca juga: Pengamat ingatkan kental manis sebagai produk gula tinggi
Himbauan terhadap pembatasan konsumsi Susu Kental Manis (SKM) terutama larangan bagi bayi ditetapkan dalam Perka BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan terkait SKM Sebagai Bentuk Perlindungan bagi Masyarakat.
"Sayangnya, iklan produk SKM yang telah bertahun-tahun menjadi konsumsi masyarakat mengakibatkan masyarakat telah terlanjur beranggapan bahwa SKM adalah susu yang layak dikonsumsi keluarga," katanya.
Arif menjelaskan diperlukan pemetaan persepsi masyarakat, tingkat konsumsi SKM dan kejadian kekerdilan (stunting) yang menyeluruh. Oleh karena itulah kerjasama YAICI dan Majelis Kesehatan PP Aisyiyah sejak awal 2019 fokus pada edukasi gizi untuk masyarakat diperkuat dengan melakukan penelitian di wilayah-wilayah dengan prevalensi stunting tinggi.
Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah Dra Chairunnisa MKes mengatakan penelitian itu untuk mengetahui tingkat gizi buruk dan kekerdilan serta dampak pemberian SKM/KKM dan faktor lainnya terhadap kejadian kekerdilan pada balita.
Penelitian yang dilakukan terkait Gerakan Aisyiyah Sehat (GRASS) yang di dalamnya ada pencegahan kekerdilan, Penyakit Tak Menular (PTM), Kesehatan Ibu dan Anak dan Peningkatan Cakupan Imunisasi.
"Penelitian ini diperlukan untuk memberikan rekomendasi sebagai dasar pengambilan kebijakan kesehatan masyarakat yang bersifat promotif dan preventif untuk menurunkan prevalensi kekerdilan," kata Chairunnisa.*
Baca juga: Susu kental manis ditegaskan bukan untuk pemenuhan gizi anak
Baca juga: LBH: Sanksi susu kental manis masih ringan
Pewarta: Indriani
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019