Jakarta (ANTARA) - Indonesia for Global Justice (IGJ) menyatakan, DPR RI harus bisa benar-benar mengawal berbagai perjajian perdagangan internasional yang dibuat atau berkaitan dengan Indonesia dan berbagai pihak lainnya di tingkat mancanegara.
Direktur Eksekutif IGJ, Rachmi Hertanti, di Jakarta, Selasa, menyatakan bahwa DPR RI periode 2019-2024 jangan sampai mengulang kegagalan peran DPR RI di periode sebelumnya dalam mengawal agenda perlindungan hak rakyat dalam perjanjian perdagangan bebas.
"Kami sudah kecewa dengan anggota DPR RI periode sebelumnya yang gagal memastikan perlindungan hak rakyat dalam perjanjian perdagangan yang dirundingkan oleh Indonesia," kata Rachmi Hertanti.
Baca juga: Pengamat: pasar Asia jadi potensi tujuan ekspor Indonesia
Menurut Rachmi, hal ini terbukti lolosnya enam perjanjian perdagangan yang diratifikasi tanpa ada persetujuan DPR, padahal itu dinilai IGJ sebagai hal yang bertentangan dengan konstitusi.
Selain itu, ujar dia, tidak pernah ada pengawalan secara kritis dari DPR RI yang mempersoalkan dampak dari perjanjian perdagangan bebas, khususnya yang terkait dengan hak dasar publik.
"Tidak ada pelibatan publik dan transparansi dalam membahas perjanjian perdagangan bebas di DPR. Bahkan, DPR RI tidak pernah merespon permohonan dialog dari kelompok masyarakat sipil yang ingin menyampaikan pandangan kritis mengenai perjanjian perdagangan. Surat kami tidak pernah direspon," katanya.
IGJ menilai kualitas anggota DPR RI yang baru dalam memahami isu perjanjian perdagangan internasional masih sangat dipertanyakan.
Baca juga: Anggota KEIN usul peleburan Kemenperin dan Perdagangan Internasional
Ia mengingatkan bahwa di tengah ketidakpastian ekonomi global akibat perang dagang yang berdampak terhadap ekonomi nasional, Pemerintah Indonesia mendorong gencarnya perundingan dan penandatanganan perjanjian perdagangan bebas.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita juga menyatakan telah membidik tiga perjanjian dagang rampung ditandatangani hingga akhir 2019, yakni Kemitraan Ekonomi Komprehensif Kawasan (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP), Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Korea Selatan (IK-CEPA) dan Indonesia-Taiwan Economic Cooperation Framework Agreement (IT-ECA).
"Kita tidak mungkin kompetisi di ekspor dan investasi kalau kita tertutup dan tidak ada perjanjian. Untuk itu, yang pasti kita harus kejar adalah berbagai perjanjan dagang," kata Mendag di Jakarta, Rabu (4/9).
Terkait IK-CEPA, Indonesia dan Korea Selatan menyepakati target penyelesaian perundingan IK-CEPA pada akhir 2019 dengan mengambil momentum Asean-Korea Commemorative Summit ke-30 di Korea Selatan.
Sebagaimana diwartakan, Menteri Kedutaan Besar Korea Selatan Jeon Joyoung mengatakan melalui Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (IK-CEPA), volume perdagangan Indonesia dan Korea Selatan dapat mencapai hingga 30 miliar dolar AS pada tahun 2022.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019