Saya bingungnya ini kan katanya programnya gratis dari Pak Jokowi tapi ini saya harus bayar. Katanya biar cepet, terus soalnya ada ini itu."

Cikarang, Bekasi (ANTARA) - Warga Kecamatan Cabangbungin, Kedungwaringin, dan Cikarang Utara Kabupaten Bekasi, Jawa Barat mengeluhkan program Presiden RI, Joko Widodo terkait Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) disalahgunakan sejumlah oknum dengan menarik biaya pengurusan sertifikat tanah mulai dari Rp500.000 hingga Rp3.000.000 per sebidang tanah.

"Saya bingungnya ini kan katanya programnya gratis dari Pak Jokowi tapi ini saya harus bayar. Katanya biar cepet, terus soalnya ada ini itu," kata H (35) salah seorang warga Desa Sindangsari, Kecamatan Cabangbungin, Selasa.

Baca juga: Pemberian sertifikat tanah gratis oleh Presiden disambut baik seluruh warga negara

Baca juga: Menteri ATR/Kepala BPN menegaskan pengurusan sertifikat tanah gratis dan tanpa pungli

Baca juga: 275 veteran Korem Gapu terima sertifikat gratis

Atas penyalahgunaan itu dirinya bersama sejumlah warga senasib lainnya kemudian melaporkan dugaan pungutan liar tersebut kepada Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi, Inspektorat Daerah, serta Kepolisian Resort Metro Bekasi.

"Ini karena sudah sekian lama, akhirnya mending dilaporin aja udah," katanya.

Dia menjelaskan permintaan sejumlah dana itu mulai terjadi waktu dirinya mendaftarkan tanah milik keluarganya untuk disertifikatkan. Saat itu ia mengaku dimintai uang Rp2 juta oleh panitia PTSL yang dipilih oleh Badan Pertanahan Nasional dari para perangkat desa dan petugas RT/RW.

"Itu pas Maret daftarnya, itu juga bayar sampai dikasih kuitansinya tapi kuitansi warung gitu. Katanya buat ini itu, biar gampang ngurusnya. Tapi sampai sekarang enggak jadi-jadi itu sertifikat. Uang mah udah duluan. Ini tetangga ada yang kena Rp3 juta," ungkapnya.

Diketahui PTSL merupakan program pemerintah untuk menertibkan seluruh bidang tanah milik warga dengan penerbitan sertifikat. Dalam beberapa kesempatan sertifikat hasil PTSL bahkan diserahkan langsung oleh Presiden Joko Widodo.

Presiden menegaskan PTSL gratis tanpa dipungut biaya meski belakangan terbit Surat Keputusan Bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi menyebut tarif penerbitan PTSL maksimal Rp150.000.

"Awalnya memang Rp150.000 itu katanya resmi buat biaya fotokopi, materai sama yang lain-lain. Tapi sebelum itu, petugasnya minta lagi. Saya kena Rp1 juta. Awalnya Rp850.000 terus minta lagi Rp150.000," kata F (35) warga lainnya.

Dia mengaku mendaftar program PTSL untuk mengurus tanah keluarganya seluas 130 meter persegi. "Itu dari Mei saya, tanya ke yang lain juga tetangga sama ternyata," kata dia.

Hal senada diungkapkan En (42) yang dimintai dana Rp1,9 juta untuk mendaftarkan tanahnya seluas 600 meter persegi. Tidak hanya itu dia pun dimintai dana tambahan setelah bidang tanah tersebut hendak dibagi dua.

"Saya niatnya dibagi dua, jadi 300 meter persegi. Kuitansinya ada tapi ya gitu doang, kayak pasar. Sampai sekarang belum jelas. Ditanya juga, katanya nanti-nanti aja," ungkapnya.

Di Desa Bojongsari, Kecamatan Kedungwaringin, warga diminta Rp1,5 juta untuk mengurus sertifikat tanahnya. Tidak sampai di situ mereka pun harus membayar Rp150.000 sebagai biaya tambahan saat sertifikat telah terbit.

"Tapi belum terbit-terbit juga sertifikatnya sampai sekarang," kata SN (34).

Kepala BPN Kabupaten Bekasi, Nurhadi Putra mengatakan pembuatan sertifikat hak atas tanah melalui program PTSL dibiayai oleh pemerintah mulai dari penyuluhan BPN, pengukuran, hingga terbit sertifikat dan penyerahannya.

"Sekaligus saya tegaskan dan pastikan tidak ada staf BPN yang meminta biaya kepada pemilik tanah," katanya.

Kendati dibiayai pemerintah pemilik tanah juga memiliki kewajiban seperti memasang patok batas tanah dan melengkapi dokumen-dokumen persyaratan.

"Hal ini dilakukan pemilik sebelum didaftarkan ke tim PTSL dengan biaya sendiri pemilik tanah, tidak dibiayai pemerintah," kata Nurhadi.

Pewarta: Pradita Kurniawan Syah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019