Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengimbau kepada berbagai perusahaan di Indonesia untuk meningkatkan kewaspadaan agar mencegah risiko gagal bayar yang tinggi sebab adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi di tengah krisis global.
Ia menuturkan, adanya krisis global memaksa perusahaan-perusahaan untuk mengubah asumsi kondisi ekonomi supaya tetap bisa mencetak keuntungan sehingga perusahaan harus terus memperhatikan dinamika lingkungan operasinya secara detail.
“Mereka harus meningkatkan kehati-hatian apakah kegiatan korporasi akan memunculkan stream revenue yang diharapkan seperti semula,” katanya saat ditemui di Jakarta, Selasa.
Baca juga: OJK awasi risiko kredit bank dari potensi gagal bayar korporasi
Menurutnya, eksposur perusahaan terhadap pembiayaan yang dilakukan sebelumnya yaitu seperti utang juga akan berdampak pada biaya yang dikeluarkan serta pembayaran kewajiban.
Selain itu, ia mengatakan Kementerian Keuangan akan terus melakukan monitoring secara terus menerus kepada para BUMN dalam upaya mencegah terjadinya gagal bayar.
Ia melanjutkan, pihaknya juga melihat risiko-risiko instrumen fiskal yang digunakan untuk mendukung berbagai program BUMN dalam rangka menjalankan pembangunan dan pemajuan Indonesia.
Baca juga: Pemerintah siapkan skenario proyeksi pertumbuhan ekonomi
“Kami juga terus melakukan observasi dan komunikasi dengan Kementerian BUMN terkait hal ini,” ujarnya.
Hal tersebut terkait untuk menanggapi laporan dari lembaga pemeringkat utang internasional Moody’s Investors Service yang menyatakan bahwa berbagai perusahaan di Indonesia dan negara Asia Pasifik lain berisiko gagal bayar.
Sri Mulyani menuturkan penilaian yang dikeluarkan lembaga pemeringkat tersebut dapat menjadi peringatan dini yang baik dengan menjadikannya sebagai bahan pertimbangan bagi para pengambil keputusan di perusahaan untuk meningkatkan kewaspadaannya terhadap perubahan kondisi ekonomi.
Sebelumnya, Moody’s Investors Service melaporkan adanya risiko gagal bayar dari perusahaan-perusahaan Indonesia yang berutang di perbankan karena penurunan kinerja perusahaan dalam meraih keuntungan di tengah kondisi perekonomian dunia yang sedang krisis.
Dari laporan tersebut tercatat dua negara di kawasan Asia Pasifik yaitu Indonesia dan India yang memiliki risiko gagal bayar tertinggi. Hasil tersebut didapat dari tes tekanan dengan menggunakan asumsi penurunan 25 persen laba sebelum bunga dan pajak (EBITDA).
“Di belakang dua negara tersebut, ada SIngapura, Malaysia, dan China yang memiliki risiko gagal bayar yang tidak kalah besar,” kata Asisten Wakil Presiden dan Analis Moody Rebaca Tan pada Senin (30/9).
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019