Padang (ANTARA News) - Gaya hidup selaras dengan alam (living green) perlu mendapat perhatian masyarakat dan pemerintah di dunia, sebagai upaya mengurangi pemanasan global yang menyebabkan terus meningkatnya temperatur di bumi.Pemanasan global juga dampak dari kerusakan lingkungan di bumi, kata kata Pakar Lingkungan dari Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Bung Hatta (UBH), Profesor Dr Ir H Nasfryzal Carlo M.Sc di Padang, Sabtu.Hal tersebut disampaikannya saat dikukuhkan sebagai guru besar tetap bidang ilmu bidang ilmu rekayasa lingkungan dan pengolahan limbah Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan UBH.Dalam pengukuhan yang dilakukan Rektor UBH, Prof Dr Yunazar Manjang itu, Profesor Nasfryzal Carlo menyampaikan pidato ilmiah berjudul "Pembangunan berkelanjutan dan etika lingkungan serta dampak pemanasan global".Menurut Carlo, agar temperatur bumi tidak terus meningkat dan kerusakan lingkungan tidak semakin parah, maka pemanasan global harus dikurangi. Ia mengatakan, meminimalkan pemanasan global dilakukan dengan mengurangi pelepasan gas rumah kaca dan mencegah terjadinya pencemaran udara lainnya ke atmosfer. Cara yang paling positif untuk hal itu, adalah melakukan gaya hidup selaras dengan alam (living green) sebagai keharusan dalam kehidupan sehari-hari bagi oleh pemerintah maUpun masyarakat di dunia, tambahnya. Ia menjelaskan, langkah-langkah gaya hidup selaras dengan alam itu seperti, menghemat pemakaian arus listrik dan bahan bakar minyak (BBM). Gaya ini diwujudkan dengan mematikan lampu listrik yang tidak penting, mematikan komputer ketika tidak bekerja, mematikan alat pendingin ketika tidak berada di dalam ruangan dan mematikan televisi saat tidak menonton. Kemudian, menghindari penggunaan lift atau eskalator pada bangunan berlantai dua, memaksimalkan penggunaan transportasi umum dan kendaraan yang berbahan bakar gas atau biodiesel. Selanjutnya, memakai kendaraan bebas poLusi seperti sepeda dan becak, menGhindari pembakaran sampah, menerapkan konsep 3R (reduce, reuse and recycle atau mengurangi, menggunakan kembali dan mendaur ulang) dalam sistim pengelolaan sampah. Gaya lainnya, mendesain bangunan dengAn sirkulasi udara dan pencahayaan alami, mengontrol emisi operasional perusahaan, membeli produk lokal untuk mengurangi transportasi barang-barang impor dan jika terpaksa beli produk impor yang mempunyai "ercycle" logo. Hidup selaras dengan alam, kata Carlo, juga diimplementasikan dengan mengganti tas belanja dari bahan plastik ke bahan kain atau bahan organik lainnya, menggunakan kertas pada kedua sisi dan mendaur ulang kembali, menebang pohon yang harus diikuti penanaman kembali dan membuka lahan dengan cara tidak membakar. Berikutnya, menghentikan penebangan hutan secara liar, membudayakan gemar menanam pohon, menggunakan taman hidup sebagai pagar dan merubah gaya hidup untuk menyelamatkan bumi, tambahnya. Sementara itu, khusus bagi pemerintah dan pihak-pihak pengambil kebijakan diminta lebih aktif mematuhi dan melaksanakan ketentuan dan aturan menjaga lingkungan secara konsekwen. Kepada negara-negara yang masih mempunyai hutan penghasil oksigen diharapkan upaya pelestarian hutannya dengan kebijakan tebang pilih terhadap hutan yang masih diperlukan dalam pembangunan, katanya. Dalam hal ini, kepada semua negara di dunia harus mempunyai komitmen untuk mengurangi gas rumah kaca sebagaimana diamanatkan protokol Kyoto (1997), tambahnya. Bagi negara-negara penghasil utama gas rumah kaca harus memberikan kompensasi kepada negara-negara produsen oksigen melalui mekanisme pembangunan bersih yang sudah ditetapkan di sejumlah negara-negara berkembang. Selanjutnya, merealisasikan perdagangan karbon sebagaimana dibicarakan dalam konferensi perubahan iklim di Bali, tahun 2007 lalu, demikian Prof Dr Ir H Nasfryzal Carlo M.Sc.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008