Jakarta (ANTARA) - Dewi Sekarsari (40) tak pernah menyangka kedua anaknya yakni Kinantan Arya Bagaspati dan Pikatan Arya Bramajati bisa menjadi juara olimpiade dan mengharumkan bangsa dikancah internasional.
Bahkan terbaru, anak sulungnya yakni Kinantan Arya Bagaspati yang saat ini menjadi siswa SMA Taruna Nusantara, Magelang, itu meraih medali emas dalam "International Mathematical Olympiad" (IMO) 2019 di Inggris pada Juli lalu.
Pada bulan yang sama, adiknya Pikatan Arya Bramajati juga meraih medali emas untuk bidang komputer atau informatika dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN) 2019 di Manado, Sulawesi Utara.
Pikatan saat ini bersekolah di Sekolah Semesta Bilingual Boarding School Semarang. Sejumlah prestasi diraih oleh kedua kakak beradik tersebut yang berasal dari Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, itu.
Kinantan berhasil meraih sejumlah penghargaan dalam dan luar negeri seperti Taiwan International Mathematics Competition (TIMC) 2011, India International Mathematics and Science (IIMS) 2012, Bulgaria International Mathematics Competition (BIMC) 2013.
Kemudian International Competition of Mathematics Union 2014 di Singapura, Korea International Mathematics Competition (KIMC) 2014, International Mathematical Olimpiad (IMO) 2017 di Brazil,dan IMO 2018 di Romania.
Sejumlah juara OSN pun dikantongi oleh Kinantan, mulai dari medali emas pada OSN 2011. Itu merupakan OSN pertama yang diikuti Kinantan, saat itu ia duduk dikelas empat SD. Medali perak pun diraihnya untuk bidang matematika saat SMP pada OSN 2014 di Padang.
"Kinantan lebih banyak pelatnas untuk tim matematika. Saat di Padang meraih medali perak, dan untuk timnas diambil delapan anak. Anak saya anggota kedelapan dan dikirim ke Korea Selatan untuk Korea International Mathematics Competition (KIMC) 2014," kenang Dewi.
Anak bungsunya Pikatan, kata Dewi, sejak kecil lebih senang dengan hal yang berbau komputer. Cuma untuk jenjang SD dan SMP bidang lomba komputer belum ada, akhirnya Dewi mencarikan bidang lomba yang dekat dengan komputer yakni matematika.
"Maka saya arahkan belajar matematika. Pikatan belajar matematika sendiri dan akhirnya bisa," kata istri Dinar Arya Sena (49) itu.
Pikatan meraih juara emas pada ajang Wizard at Mathematics International Competition (Wizmic) di Lucknow, India, pada 2014.Pikatan juga memperoleh medali perunggu dalam International Mathematics Assesments for School' (IMAS) di Solo pada 2013.
Medali perak dalam 9th World Mathematics Competition Sakamoto di Filipina pada 2011, medali perunggu dalam 9th International Mathematics Contest (IMC) di Singapura pada 2013, dan medali perak dalam ajang 10th International Mathematics Contest (IMC) di Singapura pada 2014.
Dewi menambahkan pemerintah telah menfasilitasi siswanya dengan menyelenggarakan lomba yang kredibel yakni OSN.
"Saya selalu tekankan pada anak-anak, pembinaan sangat penting untuk mengetahui berada di titik mana di antara semua orang. Dengan demikian, bisa memasang target ingin berada di posisi berapa dan bagaimana mencapainya," jelas Dewi.
Dewi mengaku selalu memotivasi anak-anaknya untuk semangat mencapai target yang ingin diraih. Menurut dia, masalah tidak tercapai itu hal yang penting bersungguh-sungguh.
Untuk pembinaan, ia pun rela mengantarkan anak-anaknya mengikuti bimbingan matematika di KPM Seikhlasnya yang terletak di Bogor, Jawa Barat. Semuanya dikerjakannya sendiri, karena suaminya bekerja di luar kota.
"Bagi anak yang tinggal di Jakarta mungkin mudah untuk mendapatkan tempat pembinaan, tapi berbeda dengan kami yang tinggal di daerah seperti Purwokerto ini," kata Dewi.
Mantan pegawai sebuah bank itu menambahkan hal terpenting bagi anak-anaknya adalah mendapatkan pelajaran hidup dari berbagai ajang lomba itu, tak peduli menang ataupun kalah.
Kalkulator Mainan
Sedari kecil, Dewi mengaku kedua anaknya berbeda dengan anak-anak lain. Kedua anaknya lebih menyukai angka dibandingkan huruf. Kedua anaknya senang menempelkan mainan magnet berupa angka di kulkas. Kedua anaknya juga lebih dulu menulis angka dibandingkan huruf.
"Waktu mereka masih kecil saya masih kerja, selalu pulang malam dan jarang bertemu karena mereka sudah tidur. Mereka lebih sering bersama mbaknya (pengasuhnya) dan saat ketemu mereka suka nanya dua tambah dua berapa. Itu membuat saya kaget karena saya tidak pernah mengajarkan berhitung," kenang perempuan berkerudung itu.
Dewi pun kemudian berinsiatif membelikan kalkulator mainan, dengan harapan anaknya bisa mencari jawabannya sendiri. Kalkulator itu terbuat dari kayu dan bentuknya besar serta bisa mengeluarkan suara.
Kedua anaknya sangat senang dengan kalkulator itu, dan mereka pun mulai bereksperimen dengan kalkulator mainan itu.
"Mereka menuliskannya di kertas HVS. Misalnya dua tambah dua sama dengan empat. Lama-lama mereka bereksperimen tidak hanya dua tambah dua, tapi dua kali dua hingga sembilan kali," kenang Dewi.
Nah pada suatu hari, usai pulang kerja Dewi dihampiri kedua anaknya. Mereka bersemangat mengatakan bahwa dua kali dua hingga sembilan kali hasilnya 512. Dalam hati, Dewi sudah mengetahui jawabannya karena itu sama saja dengan dua pangkat sembilan. Namun ia pura-pura baru tahu sehingga membuat kedua anaknya bersemangat untuk bereksperimen kembali.
Namun saban hari, kegiatan kedua anaknya dengan kalkulator mainan semakin menghabiskan banyak kertas HVS. Ia pun berinisiatif menggantinya dengan kertas roti yang harganya lebih murah.
"Hasilnya kertas roti dijejer hingga menjadi karpet dan mereka sibuk menulis di atas kertas roti itu."
Melihat potensi kedua anaknya, ia pun bersemangat mencarikan lomba-lomba yang diselenggarakan universitas, nasional hingga internasional. Apalagi, ia tinggal di daerah yang jarang mengadakan lomba matematika. Maka Dewi pun aktif mencari informasi lomba matematika.
Bahkan saat lomba pun, Dewi aktif mengantarkan anak-anaknya lomba baik di dalam negeri maupun luar negeri. Saat OSN 2019 di Manado, Dewi pun terbang ke Manado untuk mendampingi anaknya.
"Kami banyak dibantu oleh temannya anak-anak dan para orang tua pejuang olimpiade sehingga bisa seperti ini," ucapnya merendah.
Bagi para orang tua, Dewi berpesan agar bisa melihat potensi anak dan memberikan dukungan pada potensi tersebut.
"Misalnya kekuatannya Matematika, maka dileskan Matematika bukan pelajaran yang dia tidak suka. Denga itu, anak tersebut bisa meraih apa yang dicita-citakan," pesan Dewi.
Baca juga: Juara OSN siap bersaing di olimpiade internasional
Baca juga: UI Juara Matematika dan Kimia
Baca juga: Jateng juara umum OSN tingkat SMA
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2019