Jakarta (ANTARA News) - Berdasarkan penelitian yang dilakukan institut teknologi Swiss (the Swiss Institute of Technology), Google, dan IBM menemukan sekitar 600 juta pengguna internet di dunia tidak membarui sistem keamanan browser mereka sehingga komputer mereka lebih berisiko terkena virus maupun serangan lain dari penjahat cyber.Gagal menerapkan file-file penambal (penyempurna) pengamanan yang ditawarkan vendor atau kehilangan mereka sama sekali, adalah awal dari bencana, kata laporan itu yang dikutip oleh media di London.Membarui sistem keamanan browser sangat penting karena menurut laporan itu seringkali penjahat cyber menggunakan situs internet untuk menyerang pengguna.Penulis laporan merekomendasikan bahwa "peringatan kadaluwarsa", sebagaimana dalam industri makanan, perlu diperkenalkan pada aplikasi-aplikasi browser untuk membantu mengedukasi pengguna tentang perlunya menyegarkan sistem mereka.Para pengguna seringkali diberikan penambal (software update) oleh provider untuk mencegah adanya kelemahan-kelemahan atau lubang-lubang keamanan.Penjahat cyber biasanya memanfaatkan lubang-lubang dalam sistem keamanan itu dengan kode tersembunyi di situs internet untuk membajak mesin.Menurut penelitian, para pengguna browser Firefox cenderung untuk menggunakan versi-versi terbaru, ketika pengguna Internet Explorer sangat lambat membarui (update) browser mereka. Lebih dari 83 persen pengguna Firefox menggunakan versi terbaru, versi yang paling aman, lebih besar dibanding pengguna Safari yang hanya 65 persennya, pengguna Opera 56 persen, dan Internet Explorer hanya 47 persen pengguna yang membarui browsernya.Penelitian mengatakan, tidak menggunakan versi terbaru dari sistem hanya salah satu dari isu-isu keamanan yang ditemui pengguna."Ketidakkokohan Gunung Es"Dijuluki “Ketidakkokohan gunung es”, banyak pengguna sedang dalam bahaya dan mudah diserang melalui plug-ins.Plug-ins adalah program kecil yang memperluas fitur dan fungsi dari sejumlah browser.Menurut penulis laporan penelitian, plug-in yang mudah diserang adalah plug-in yang gambang diakses (dan gambang dieksploitasi) melalui jaringan browser dengan keamanan lemah dan dari bagian yang tidak terlihat dari permukaan (tersembunyi).Penelitian mengatakan para pengguna tidak membarui dengan versi termutakhir dari sebuah browser maupun plug-in secara cepat."Pengukuran kami menunjukkan, web browser yang menerapkan sebuah mekanisme patching update otomatis secara internal, bekerja lebih baik dalam tahapan kecepatan tingkat adopsi update dibanding dengan yang tidak," katanya.Penelitian merekomendasikan, fitur update "single click" (sekali klik) pada browser Firefox sebagai mekanisme patching paling efisien.(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008