Pantai-pantai cantik tapi penuh sampah plastikPhuket, Thailand (ANTARA) - Di dunia yang semakin renta, kota-kota besar yang mulai tenggelam, dan sampah yang makin tak terkendali, dunia pariwisata menjadi salah satu faktor yang menentukan.
Industri pariwisata memiliki peran langsung terhadap upaya-upaya mitigasi dan adaptasi terhadap upaya menyelamatkan alam atau justru menjadi penyebab utama kerusakan lingkungan.
Saat ini, berbagai negara akhirnya tersadar bahwa perubahan iklim sedang terjadi. Pada kesepakatan yang dicapai dalam Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa yang digelar di Paris, Prancis, 195 negara bertekad mengambil tindakan penting demi mengurangi laju perubahan iklim.
Salah satu penyebab terjadinya perubahan iklim adalah pariwisata. Dan pengelolaan sampah plastik perlu menjadi perhatian utama para pemangku kepentingan industri pariwisata.
Presiden Joko Widodo saat memimpin rapat terbatas bertema "Impor Sampah dan Limbah" pada Agustus silam, mengatakan serat kertas dan sampah plastik impor dibutuhkan oleh industri.
Meski demikian, menurut Kepala Negara, banyak limbah dan sampah yang berpotensi merusak lingkungan.
Ia mengingatkan bahwa sampah serta limbah itu semakin mengancam jika tidak dapat didaur ulang.
Harus diakui, Indonesia yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia, belum mampu mengelola semua tempat pariwisata dengan konsep berkelanjutan.
Pantai-pantai cantik tapi penuh sampah plastik.
Selain pemerintah, diperlukan kesadaran masyarakat untuk mengubah kebiasaan menggunakan plastik.
Kantong plastik adalah salah satu penyebab utama perubahan iklim. Sejak proses produksi hingga tahap pembuangan dan pengelolaan, sampah plastik mengemisikan banyak gas rumah kaca ke atmosfer.
Baca juga: Kemenperin temukan teknologi ubah sampah plastik jadi BBM
Pada tahap pembuangan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), sampah plastik adalah salah satu jenis sampah penghasil gas rumah kaca.
Begitu juga pada tahap pengelolaan, karena plastik tidak dapat diurai secara alami, seperti botol plastik yang membutuhkan ratusan tahun sampai dapat terurai dengan sendirinya.
Oleh karena itu, untuk mengurangi emisi gas rumah kaca di atmosfer bumi, penggunaan plastik perlu dikurangi.
Perlu belajar
Belajar mengelola sampah plastik dari asosiasi hotel di kawasan Phuket, Thailand dengan gelaran bernama Phuket Hotels for Islands Sustaning Tourism atau PHIST, diperlukan karena telah menginspirasi banyak orang.
Puluhan resor dan hotel berbintang di Phuket kini tak mau dipasok produk yang berbahan plastik.
President Phuket Hotels Asosiation Anthony Lark mengatakan bahwa mereka menolak kiriman barang dari para pemasok jika produknya masih menggunakan kemasan dalam plastik.
"Buah-buahan, sayuran dan barang lainnya harus dikirimkan ke hotel kami tanpa plastik. Jika kita lakukan itu, maka kiriman plastik pun terhenti" ujarnya.
Anthony menyebut upaya mengurangi penggunaan plastik di hotel-hotel akan membantu alam tetap lestari.
Program ini telah berjalan dua tahun dan diklaim menjadi iven pariwisata berkelanjutan terbesar di Asia.
Dari 74 hotel anggotanya, PHIST mengklaim telah berhasil mengurangi 51 persen penggunaan botol plastik hanya dalam waktu satu tahun.
"Dari pengalaman kami dalam satu tahun ada 4,4 juta sampah plastik tidak berakhir di tempat pembuangan sampah, atau lebih buruknya berakhir di lautan," ucapnya.
Baca juga: KLHK temukan 318 kontainer plastik mengandung limbah B3
Hilton Phuket Arcadia Resort and Spa misalnya. Sebagai tuan rumah penyelenggaraan PHIST, mereka tidak menyediakan minuman dalam kemasan plastik bagi para turis dan tamu-tamunya. Hotel tersebut juga berkomitmen untuk mengurangi penggunaan sumber daya yang tidak ramah lingkungan di hampir semua operasional hotel.
Tak hanya itu, pihak hotel memiliki sebuah sistem pengelolaan air bersih secara berkelanjutan. Setiap air yang digunakan dalam kegiatan hotel, seperti kolam renang, dapat dimurnikan untuk dimanfaatkan kembali.
Berbagai aksi
Sejak kesepakatan Paris tentang perubahan iklim, berbagai aksi terkait telah banyak dilakukan berbagai kalangan.
Yang terbaru, Agence Frence Presse menurukan laporan tentang puluhan ribu anak sekolah di Selandia Baru berunjuk rasa di jalan untuk meminta pemerintah memberikan kebijakan nyata terhadap pemanasan global dan perubahan iklim.
Sementara itu, Pangeran Harry memulai program kampanye yang membuat industri pariwisata lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan.
Lewat sebuah inisiatif yang dinamai Travalyst, awal September ini Pangeran Harry dan sejumlah perusahaan pariwisata dunia, seperti Booking.com, Skyscanner, hingga TripAdvisor mempromosikan pariwisata berkelanjutan.
“Dari deforestasi dan hilangnya keanekaragaman hayati, hingga plastik laut dan perburuan liar, masalahnya kadang-kadang tampak terlalu besar untuk diperbaiki. Tantangan yang disebabkan oleh manusia ini seringkali membutuhkan perubahan sistem menyeluruh untuk membuat dampak yang cukup signifikan", ujar dia.
Baca juga: Navicula siapkan film dokumenter "Pulau Plastik"
Ia mengatakan ingin mendorong pariwisata yang lebih hijau dengan menggunakan energi terbarukan serta aksi-aksi yang memperhitungkan energi hijau.
Kini, saatnya Indonesia ambil bagian dari gerakan dunia melawan pemanasan global.
Guna memenuhi tujuan tersebut, semua pemangku kepentingan industri pariwisata wajib mengurangi sampah plastik.
Selain otoritas dan pengelola kawasan, turis juga perlu kesadaran bahwa menikmati tempat wisata tanpa harus merusaknya adalah hal yang mendesak. Setiap orang harus bertanggung jawab atas sampah yang dibawanya.
Pariwisata dan perubahan iklim dapat saling memengaruhi dalam arti negatif. Melalui pengurangan penggunaan plastik, diikuti dengan peningkatan efisiensi energi, khususnya energi terbarukan, upaya ini diyakini mampu mengurangi dampak negatif pariwisata terhadap perubahan iklim.
Pemerintah melalui Kementerian Pariwisata diharapkan dapat terus mengembangkan inovasi di sektor wisata sehingga target Presiden Jokowi untuk mendatangkan 20 juta wisatawan mancanegara dan 275 juta pergerakan wisatawan nusantara dapat terealisasi.
Pariwisata Indonesia harus terus melaju, sekaligus membantu Bumi ini menghadapi perubahan iklim dan pemanasan global.
Baca juga: Kemenhub berkomitmen bersihkan sampah di laut
Baca juga: Pemerintah ajukan skema pungutan baru sampah di laut
Baca juga: Masyarakat Bali dan kru kapal angkatan laut Chili bersih-bersih pantai
Phuket menuju pariwisata berkelanjutan
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019