Dhaka, Bangladesh (ANTARA) - Pemimpin Bangladesh, Jumat (27/9), menyeru negara anggota PBB agar menjamin bahwa mereka di Myanmar yang melakukan pelanggaran hak asasi manusia terhadap Muslim Rohingya dimintai pertanggungjawaban.
"Masyarakat internasional harus menjamin pertanggungjawaban buat pelanggar hak asasi manusia dan kekejaman yang dilakukan terhadap orang Rohingya di Negara Bagian Rakhiner," kata Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina, saat berbisa di Sidang Ke-74 Majelis Umum PBB di New York.
Sheikh Hasina, yang menyebut krisis Rohingya adalah masalah dalam negeri Myanmar, mengatakan, "Myanmar harus mewujudkan keinginan politik yang jelas bagi kembalinya orang Rohingya secara aman, berkelanjutan dan bermartabat."
Baca juga: Menlu Retno : Hentikan krisis kemanusiaan di Rakhine State
Seperti tahun-tahun sebelumnya, Syeikh Hasina menyampaikan pernyataan di Bangladesh dan mengajukan usul empat poin guna menyelesaikan krisis Rohingya dan mempercepat proses pemulangan orang-orang yang dihukum.
Usul tersebut meliputi pembatalan Peraturan Kewarganegaraan Myanmar 1982, yang mendiskualifikasikan Rohingya dari warga negara sehingga mereka merasa yakin yakin bisa pulang, demikian laporan Kantor Berita Turki, Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Ahad.
Sheikh Hasina juga mengusulkan agar pemerintah di Myanmar mengatur lawatan buat wakil Rohingya ke Negara Bagian Rakhine sehingga mereka bisa menilai apakah mereka akan setujuan untuk pulang. Ia mengatakan tanpa kehadiran wakil internasional, orang Rohingya akan takut ditemani oleh petugas pemerintah Myanmar karena mengkhawatirkan keselamatan mereka.
Saat menyampaikan keprihatinan bahwa pengungsi Rohingya tetap tinggal di Bangladesh selama lebih dari dua tahun setelah penindasan Agustus 2017 oleh militer Myanmar sehingga 750.000 orang Rohingya menyelamatkan diri ke Bangladesh, dan jumlah mereka sekarang mencapai lebih dari satu juta, Sheikh Hasina menyalahkan Myanmar karena gagal menciptakan lingkungan yang kondusif di sana.
"Setakat ini, tak satu pun orang Rohingya yang telah pulang ke negara mereka akibat kegagalan Myanmar untuk mengembangkan lingkungan hidup yang aman dan damai di Negara Bagian Rakhine," ia menambahkan.
Baca juga: Negara pemasok senjata ke Myanmar langgar kesepakatan internasional
Menurut Amnesty Internationl, lebih dari 750.000 pengungsi Rohingya, kebanyakan perempuan dan anak-anak, telah menyelamatkan diri dari Myanmar dan menyeberangi ke dalam wilayah Bangaldesh setelah pasukan Myanmar melancarkan penindasan terhadap masyarakat minoritas Muslim pada Agustus 2017.
Sejak 25 Agustus 2017, hampir 24.000 Muslim Rohingya telah tewas, lebih dari 34.000 dilemparkan ke dalam api dan lebih dari 114.000 dipukuli oleh pasukan negara Myanmar, kata satu laporan dari Ontario International Development Agency (OIDA).
Sebanyak 18.000 perempuan dan anak perempuan Rohingya diperkosa oleh polisi dan tentara Myanmar dan lebih dari 115.000 rumah orang Rohingya dibakar dan 113.000 lagi dirsauk, tambah OIDA.
Sumber: Anadolu
Baca juga: Myanmar perlu penuhi hak dasar Rohingya untuk pemulangan kembali
Penerjemah: Chaidar Abdullah
Editor: Azizah Fitriyanti
Copyright © ANTARA 2019