Jurnalisme damai tidak akan menghilangkan fakta, namun lebih menonjolkan pemberitaan yang bisa menurunkan tensi konflik
Padang (ANTARA) - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Padang mengimbau jurnalis dan media massa di Sumatera Barat lebih berhati-hati dalam menyajikan pemberitaan soal terbunuhnya delapan warga Minang di Wamena Papua agar tidak memperkeruh suasana.
"Kita tentu mengutuk kejadian itu, sedih dan bersimpati kepada korban, namun AJI perlu mengingatkan media untuk bersikap hati-hati dalam pemberitaan agar suasana tidak semakin panas," kata Ketua AJI Padang Andika Destika Khagen di Padang, Minggu.
Menurutnya media saat ini dibutuhkan untuk ikut menciptakan kondisi yang lebih baik.
"Meski ada penyerangan dan meninggalnya puluhan orang, namun penyajian berita yang vulgar justru akan memperkeruh suasana dan kemungkinan akan menambah korban jiwa. Untuk itu, penyajian berita yang secara terang-terangan mengandung unsur Suku Agama Ras dan Antargolongan (SARA) perlu dihindari," kata dia.
Ia menyampaikan hal itu termuat dalam Kode Etik Jurnalistik Pasal 8, yaitu "Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani”.
Baca juga: Dinkes Papua: 23 korban demo Wamena dirujuk ke Jayapura
Oleh sebab itu jurnalis dan media sebaiknya tidak membuat berita yang mengandung unsur SARA serta berpotensi menambah konflik, serta mencari sumber berita yang kredibel dan tetap berpedoman pada Kode Etik Jurnalistik.
Kemudian tetap melakukan kritik kepada penanganan keamanan di Papua khususnya Wamena, sehingga korban tidak terus bertambah dan kondisi segera membaik.
AJI juga mengajak jurnalis dan media agar menerapkan prinsip jurnalisme damai dalam peristiwa konflik, khususnya yang terkait di Wamena saat ini.
Jurnalisme damai tidak akan menghilangkan fakta, namun lebih menonjolkan pemberitaan yang bisa menurunkan tensi konflik dan segeranya penyelesaian, kata dia.
Baca juga: Sejumlah dokter di Lanny Jaya pilih bertahan untuk layani warga
Tidak hanya itu AJI juga meminta pemerintah untuk membuka akses informasi di Wamena dan terus menginformasikan kondisi terkini, agar informasi bohong atau hoaks tidak berkembang, yang akan menambah konflik.
Kepada pemerintah dan tokoh masyarakat diimbau untuk menyebarkan perdamaian dan menenangkan warga dari kemungkinan hasutan yang bisa memprovokasi, ujarnya.
Sebelumnya Wakil Gubernur Sumatera Barat Nasrul Abit terbang ke Jayapura, Papua untuk memastikan kondisi perantau Minang di daerah itu karena banyak informasi tidak jelas yang beredar di tengah masyarakat.
"Saya diperintahkan gubernur untuk meninjau langsung kondisi perantau di situ. Hasilnya nanti akan dijadikan dasar untuk mengambil kebijakan selanjutnya," katanya .
Baca juga: Sumatera Barat galang dana untuk pulangkan 900 warganya dari Wamena
"Kita kunjungi Jayapura dulu karena banyak perantau yang mengungsi ke sana. Jika memungkinkan kita masuk ke Wamena," katanya.
Nasrul mengatakan banyak informasi yang datang dari Papua saat ini, tetapi sebagian isinya berbeda-beda. Karena itu perlu memastikan sendiri bagaimana kondisi sebenarnya di lokasi.
"Sebelumnya ada informasi yang menyatakan banyak perantau Minang yang ingin eksodus dari Papua. Tapi kita belum bisa pastikan," ujarnya.
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat juga melakukan penggalangan dana untuk membantu pemulangan sekitar 900 warga yang berada di Wamena, Papua karena akan menelan biaya sekitar Rp4,5 miliar.
"Bagi warga yang ingin berpartisipasi silahkan kirimkan bantuan ke rekening Bank Nagari 2101.0210.07340-3 atas nama Sumbar Peduli Sesama yang dibuat oleh Pemprov," kata Gubernur Sumbar Irwan Prayitno
Menurut dia hingga saat ini pihaknya sudah mulai melakukan penggalangan dana untuk membantu pemulangan warga Sumbar dimulai dari ASN Pemprov Sumbar.
Baca juga: Sekjen MUI sayangkan kerusuhan Wamena telan korban jiwa
Pewarta: Ikhwan Wahyudi
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019