Kabul (ANTARA News) - Lebih dari 250 warga sipil Afghanistan tewas atau terluka dalam lima hari serangan gerilyawan dan aksi militer, Palang Merah mengatakan Rabu, meminta semua pihak dalam konflik yang meningkat itu untuk lebih berhati-hati. Insiden terakhir mencakup serangan udara militer separatis di dua provinsi di Afghanistan timur pada 4 dan 6 Juli serta serangan bom mobil bunuh diri di kedutaan besar India Senin yang menewaskan 41 orang. Presiden Hamid Karzai, parlemen Afghanistan dan wakil PBB Kai Eide memiliki semua keprihatinan atas korban sipil itu. "Sedikitnya 250 warga sipil dilaporkan tewas atau terluka dalam berbagai insiden sejak 4 Juli," Komite Palang Merah Internasional (ICRC) mengatakan dalam satu pernyataan, dan menambahan badan itu "menyesalkan" jumlah (korban) yang tinggi tersebut. "Kami minta pada semua pihak dalam konflik itu, dalam melakukan operasi militer mereka, untuk membedakan pada semua waktu antara warga sipil dan petempur serta untuk terus berhati-hati guna menghindarkan warga sipil," kepala ICRC Kabul Franz Rauchenstein. Semua pihak diwajibkan oleh hukum kemanusiaan internasional untuk tidak menyerang warga sipil kecuali mereka mengambil bagian langsung dalam pertempuran, katanya dalam satu pernyataan. Palang Merah telah berhubungan dengan pasukan pemerintah, pengerahan militer internasional dan oposisi bersenjata untuk mengingatkan mereka mengenai kewajiban mereka menurut hukum kemanusiaan inernasional, katanya. Pemboman bunuh diri Senin di kedutaan besar India adalah yang paling mematikan di Kabul dan menyebabkan hampir 150 orang terluka. Empat warga India, dua dari mereka diplomat senior, termasuk di antara ke41 orang yang tewas. Kelompok gerilya Taliban, di balik gelombang serangan bunuh diri di Afghanistan, menolak bertanggungjawab. Para pejabat pemerintah Afghanistan mengatakan serangan udara 6 Juli oleh koalisi pimpinan-AS di provinsi Nangarhar di Afghanistan timur menghantam pesta perkawinan, menewaskan 27 warga sipil termasuk pengantin perempuannya. Koalisi mengatakan hanya militan yang tewas. ICRC mengatakan beberapa dari warga sipil yang terluka telah menjalani operasi di rumah sakitnya di ibukota provinsi itu Jalalabad. Pasukan pimpinan-AS juga menolak pernyataan warga setempat bahwa 15 warga sipil, termasuk dua dokter dan dua bidan, tewas dalam serangan udara yang sama di provinsi Nuristan di Afghanistan timurlaut 4 Juli. Parlemen Afghanistan mengatakan setelah pertemuan khusus Senin bahwa korban sipil dalam aksi militer tidak dapat ditoleransi dan mengancam untuk memicu balas dendam terhadap tentara internasional di Afghanistan untuk membantu pemerintah. Warga sipil secara tetap terperangkap dalam bakutembak yang gerilyawan lancarkan setelah rezim Islam garis keras Taliban terguling dari kekuasaan akhir 2001 dalam serangan pimpinan-AS. "Ini mengerikan bagi kami," kata Ahmad Fahim Hakim. "Tidak ada penghormatan pada pelaksanaan hukum kemanusiaan internasional dari semua pihak yang terlibat." PBB mengeluarkan jumlah yang jauh lebih tinggi bulan lalu, mengatakan hampir 700 warga sipil Afghanistan telah tewas, sekitar dua-pertiga dalam seranga militan dan sekitar 255 dalam operasi militer. Pasukan NATO dan militer pimpinan-AS memiliki beberapa operasi yang berlangsung di selutuh negara itu untuk berusaha menghindari gerilyawan. Operasi di distrik Garmser di ujung selatan di perbatasan dengan Pakistan menewaskan 400 geriyawan sejak akhir April, kata seorang komandan marinir AS Rabu. Ada juga tuduhan mengenai korban sipil dalam operasi itu tapi korban tersebut tidak dapat dipastikan oleh pemerintah.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008