Jakarta, (ANTARA News) - Kelambanan Pemerintah dan DPR membahas RUU tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjadi serius ketika Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan lembaga ini mendesak agar Pemerintah dan DPR segera membahas RUU tersebut. Ketua Tim Pemberantasan Korupsi DPD Marwan Batubara di Gedung DPD di Senayan Jakarta, Rabu mengemukakan, pimpinan DPD telah melayangkan surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar pembentukan Pengadilan Tipikor segera diwujudkan melalui payung hukum undang-undang (UU). Dalam surat tersebut, Ketua DPD Ginandjar Kartasasmita mengharapkan Presiden Yudhoyono segera menyampaikan draf RUU tentang Pengadilan Tipikor kepada DPR. DPD mengharapkan, pembahasan dan pengesahan RUU tersebut dipercepat untuk menghindari kevakuman UU Tipikor dan ketiadaan pengadilan Tipikor yang khusus memeriksa dan memutus perkaranya. Bagi DPD, keberadaan pengadilan khusus tindak pidana korupsi sebagai satu-satunya lembaga peradilan yang menangani perkara tindak pidana korupsi dari Kejagung, Kejati, Kejari dan KPK adalah sangat penting untuk menghilangkan dualisme sistem peradilan tindak pidana korupsi. Presiden diingatkan, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 012-016-019 PUU/IV/2006 tanggal 19 Desember 2006 tidak menghapus Pengadilan Tipikor, melainkan memerintahkan pembentuk UU oleh DPR dan Presiden mengenai UU Pengadilan Tipikor. Putusan MK mencatat bahwa pembentukan Pengadilan Tipikor harus segera dilakukan dengan UU tersendiri dalam tenggat waktu tiga tahun, terhitung sejak putusan MK itu dibacakan. DPD menyatakan, peratifikasian United Nations Convention Against Corruption 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Menentang Korupsi 2003) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 merupakan perwujudan komitmen Pemerintah Indonesia untuk secara regional dan internasional mencegah dan memberantas korupsi di sektor publik maupun swasta. Salah satu sasaran reformasi untuk pencegahan korupsi berdasarkan konvensi tersebut adalah bidang peradilan atau kekuasaan kehakiman. Dalam suratnya, Ginandjar menyatakan Sidang Paripurna DPD di Gedung Nusantara V Kompleks Parlemen, Rabu (2/1), Jakarta, telah memutuskan agar Ketua DPD menyurati Presiden terkait. Surat Ketua DPD tertanggal 7 Juli 2009 dan berperihal pembentukan UU Pengadilan Tipikor itu dikirimkan juga tembusannya kepada pimpinan DPR, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) serta Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Wakil Ketua Tim Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau Tim Tipikor DPD Rusli Rahman mengingatkan kevakuman perundang-undangan dan ketiadaan Pengadilan Tipikor akan terjadi kecuali UU-nya diselesaikan sebelum tanggal 19 Desember 2009. Berdasakan nota kesepahaman antara DPD dengan KPK, diterbitkan Keputusan DPD Nomor 61/DPD/2007 tentang tindak lanjut kerja sama antara DPD dengan KPK dalam memberantas tindak pidana korupsi. Sebagai perwujudan komitmen itu, Tim Tipikor DPD menjalankan tugasnya yang salah satu fokus kerjanya selama tiga bulan terakhir adalah mendorong penerbitan UU Pengadilan Tipikor. (*)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008