Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) mendorong sinergi antara pembuat kebijakan dan pelaksana kebijakan dalam usaha melindungi pekerja migran Indonesia (PMI) di Kerajaan Arab Saudi.
"Sinergi yang terjalin antara BNP2TKI dan Kemnaker tidak hanya sebagai pembuat dan pelaksana kebijakan. Kemnaker juga akan turun ke lapangan untuk mengevaluasi proses pelindungan PMI ini," kata Sekretaris Utama BNP2TKI Tatang Budie Utama Razak dalam Rapat Koordinasi Bersama P3MI Terkait Pelaksanaan Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) ke Arab Saudi di Aula Auditorium BNP2TKI Lt.1 Gedung BNP2TKI, Jakarta, Jumat.
Tatang mengatakan rapat koordinasi tersebut digelar untuk menyamakan persepsi dan pemahaman kepada seluruh stakeholders dan mitra strategis BNP2TKI yaitu 55 P3MI dalam proses penempatan PMI ke Arab Saudi melalui pilot program SPSK.
Pilot program penempatan PMI tersebut untuk jabatan domestik formal yang dipekerjakan kepada pengguna Badan Hukum bukan individu.
Tatang mengatakan pemerintah Indonesia dan Arab Saudi telah sepakat untuk melakukan penempatan melalui program one channel system atau SPSK tersebut.
Sistem itu dibuat untuk menyempurnakan proses bisnis penempatan dan pelindungan yang cukup ketat, meningkatkan kualitas keterampilan PMI, ketentuan tentang kewajiban tinggal di asrama, pemeriksaan medis serta pemilihan dan pengawasan terhadap operator dan penyedia jasa yang terlibat.
"Sejak adanya moratorium proses penempatan PMI ke Arab Saudi beberapa tahun lalu, tingkat kasus yang menimpa PMI turun drastis, sehingga pemerintah dalam hal ini BNP2TKI dan Kemnaker sepakat memperbaiki sistem penempatan PMI ke Arab Saudi. Perbaikan tersebut didasarkan pada Undang-Undang baru nomor 18 tahun 2017 tentang pelindungan Pekerja Migran Indonesia dan Keputusan Kemnaker serta Keputusan Dirjen Binapenta dengan membuat kesepakatan baru terkait sistem penempatan satu kanal ke Arab Saudi," katanya.
Dasar hukum lain sistem tersebut adalah Technical Arrangement Pemerintah Indonesia dengan KSA yang ditandatangani pada 11 Oktober 2018, Keputusan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 291 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia di Kerajaan Arab Saudi melalui SPSK dan Keputusan Dirjen Binapenta dan PKK Nomor Kep.735/PPTKPKK/IV/2019 tentang Penetapan P3MI sebagai Pelaksana Penempatan SPSK.
Baca juga: Indonesia siap kirim pekerja berkecakapan khusus ke Jepang
SPSK tidak mencabut moratorium penempatan TKI PLRT yang tertuang dalam Permenaker 260/2015.
Sistem tersebut terintegrasi secara online antara pemerintah Indonesia dengan Kerajaan Arab Saudi, mulai dari informasi, pendaftaan, seleksi, penempatan dan pemulangan di bawah kendali pemerintah Indonesia.
Prinsip dan mekanisme sistem tersebut sesuai dengan suplai dan permintaan. Lokasi penempatannya antara lain di Kota Jeddah, Riyadh, Madinah dan Wilayah Timur yang meliputi Dammam, Dhahran dan Khobar.
Pilot project sistem tersebut membutuhkan waktu enam bulan dengan dua tahun masa kontrak kerja untuk jabatan asisten rumah tangga, baby sitter, koki keluarga, pengasuh lansia, sopir keluarga, pengasuh anak.
Evaluasi sistem tersebut dilakukan setiap tiga bulan oleh Satuan Tugas Gabungan kedua negara.
Hasil evaluasi sistem tersebut menentukan kelanjutan pilot project yang berada di bawah kendali pemerintah Indonesia.
Hubungan kerja PMI dengan pengguna perseorangan dalam sistem ini tidak secara langsung, tetapi dengan agensi penempatan Arab Saudi atau disebut Syarikah, dan P3MI yang sudah ditetapkan dapat melakukan proses penempatan.
Satu Syarikah maksimal memiliki Perjanjian Kerja Penempatan (PKP) dengan tiga P3MI dan satu P3MI maksimal memiliki PKP dengan tiga Syarikah. SPSK dilaksanakan melalui integrasi antara sistem informasi kedua negara, yaitu Musaned, Sisnaker dan SISKOTKLN.
Baca juga: BNP2TKI: TKI berpeluang besar berkarir di Ibaraki Jepang
Baca juga: BNP2TKI: Peningkatan SDM harus dilakukan bersama
Pewarta: Katriana
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019