Jakarta (ANTARA News) - Pusat Pendidikan dan Pelatihan Departemen Luar Negeri (Pusdiklat Deplu) Indonesia melakukan upaya untuk meningkatkan pencitraan positif Indonesia di luar negeri lewat program Diklat dengan mengundang para diplomat negara-negara sahabat, kata Kepala Pusdiklat Deplu, Darmansjah Djumala, di Jakarta, Rabu. "Diklat yang kami selenggarakan merupakan salah satu alat diplomasi yang soft power untuk pencitraan Indonesia di luar negeri," kata Djumala, yang didampingi Kepala Bidang Diklat Struktural dan Kerjasama Lembaga Diklat, Arko Hananto Budiadi, kepada ANTARA News. Ia mengatakan, puluhan diplomat dari negara-negara anggota Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), Cina, Korea Selatan, Jepang dan puluhan lagi dari kawasan Asia lainnya, dan Afrika telah mengikuti diklat di Indonesia selama satu bulan dalam waktu tiga tahun terakhir. "Mereka memahami apa yang terjadi di Indonesia dan menjadi kawan Indonesia," katanya. Para dipolmat negara-negara sahabat itu mengikuti diklat bersama para calon diplomat, diplomat madya dan diplomat senior RI. Para calon diplomat dari Timor Leste khususnya ikut serta dalam diklat selama tiga bulan. Sebanyak 10 diplomat dan pejabat pemerintah Palestina juga akan mengikuti Diklat khusus di Pusdiklat Deplu pada 10 Juli-22 Agustus 2008. Pelatihan yang didanai Indonesia merupakan implementasi dari penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) mengenai Kerja sama Pendidikan dan Pelatihan oleh Menlu Nur Hassan Wirajuda dan rekan sejawatnya dari Palestina Dr. Riad Al Maliki di Istana Negara Jakarta pada 22 Oktober 2007 dan disaksikan Presiden Yudhoyono dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Program diklat diplomatik bagi diplomat Palestina meliputi program pendidikan diplomatik, program magang dan program kebudayaan dan sistem sosial Indonesia. Menurut Kapusdiklat Deplu, kegiatan tersebut merupakan dorongan politik dari Indonesia bagi perjuangan rakyat Palestina. "Kami menyelenggarakan Diklat khusus seperti ini untuk pertama kali, yang merupakan bagian dari pembangunan kapasitas," katanya. Djumala juga mengatakan, Deplu mengembangkan programnya merujuk pada konsep dan gagasan Presiden Yudhoyono terkait dengan politik luar negeri Indonesia guna mencapai kepentingan Indonesia. "Lewat diplomasi soft power, para diplomat dapat saling tukar pandangan, melakukan pendekatan lebih luwes sehingga tumbuh saling-pemahaman," ujarnya. Selain itu, katanya, jejaring yang telah terjalin di antara para peserta dapat mereka kembangkan lebih intensif ke arah kerja sama yang saling menguntungkan. Djumala juga mengatakan Pusdiklat Deplu telah mengubah paradigma dengan mendidik calon-calon diplomat Indonesia yang tak elitis. "Kami menginginkan para peserta tak elitis jika jadi diplomat kelak tetapi memiliki nilai-nilai seperti empati dan peduli seperti yang ditanamkan di Pusdiklat," katanya. Ia mengatakan, Pusdiklat Deplu telah mengembangkan kerja sama dengan departemen-departemen luar negeri dari negara maju. "Kerja sama baru sebatas pertukaran pengiriman pakar misal dari Australia, Perancis, Inggris dan Rusia, dan penyediaan beasiswa untuk belajar di negara-negara tersebut," katanya menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008