Solo (ANTARA) - Rektor Universitas Slamet Riyadi (Unisri) Surakarta Sutardi menyatakan aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh mahasiswa harus tetap mengedepankan aspek intelektualitas.
"Perlu didukung karena bagian dari bentuk partisipasi publik," kata Sutardi di Solo, Jumat.
Ia mengatakan bahwa aksi unjuk rasa, termasuk kebebasan mimbar akademik, telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Baca juga: Seratusan mahasiswa Solo aksi tolak RUU P-KS
"Mengacu aturan tersebut, setiap warga negara, termasuk mahasiswa, diberikan kebebasan dalam melakukan aksi unjuk rasa. Akan tetapi, tetap harus tertib, tidak berbuat anarkis, dan memenuhi kaidah yang berlaku," katanya.
Bahkan, Sutardi menilai mahasiswa yang mau terlibat dalam aksi unjuk rasa lebih baik daripada hanya berdiam diri di kampus karena akan menjauhkan mahasiswa sebagai agen perubahan.
Meski demikian, dia setuju jika demonstrasi yang dilakukan berujung pada anarkis, pelaku harus dihukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Kalau sudah begitu, kami dari pihak kampus tidak akan melindunginya," kata Rektor Unisri.
Terkait dengan unjuk rasa yang dilakukan oleh mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, beberapa waktu lalu, pihaknya menilai masih rawan ditunggangi oleh penyusup.
Baca juga: Pedemo Sumbar minta polisi usut kasus penembakan mahasiswa
"Masih lemah dalam manajemen aksi yang dilakukan. Penumpang gelap mudah masuk dan memprovokasi kerusuhan," katanya.
Ia mengatakan bahwa aksi unjuk rasa pada masa kini berbeda dengan masa lalu.
Menurut dia, pada masa lalu justru sulit dimasuki penyusup karena setiap peserta aksi diberi tanda pengenal.
"Dengan begitu, potensi penyusup untuk masuk dalam barisan bisa ditekan. Aksinya juga bisa tertib, terkontrol, dan sesuai yang direncanakan," kata Rektor Unisri Sutardi.
Pewarta: Aris Wasita
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019