Dari yang 422 itu ada beberapa yang sudah bayar nilainya Rp4 miliar

Jakarta (ANTARA) - Bea dan Cukai Bandara Internasional Soekarno-Hatta berhasil menyelamatkan uang negara sejumlah Rp4 miliar dari penindakan yang dilakukan terhadap 422 kasus pelanggaran usaha jasa titipan (jastip) selama periode Januari hingga 25 September 2019.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengatakan bahwa para pelaku jastip tersebut melanggar aturan dengan tidak memenuhi administrasi seperti membayar bea masuk, PPN, PPh, PPNBM (Pajak Penjualan Barang Mewah), dan persyaratan impor lainnya.

“Dari yang 422 itu ada beberapa yang sudah bayar nilainya Rp4 miliar,” katanya di Kantor Pusat Bea dan Cukai, Jakarta, Jumat.

Ia menuturkan barang-barang dari kasus jastip tersebut mayoritas terdiri dari pakaian, sepatu, tas, telepon genggam, dan komestik yang berharga sangat mahal dan banyak yang belum dirilis di Indonesia.

Selain itu, penerbangan yang paling sering digunakan oleh para pelaku jastip dari 422 kasus itu adalah Guanzhou (China), Bangkok (Thailand), Singapura, Hong Kong, Abu Dhabi (UEA), dan Australia.

“Barangnya dari beberapa negara yang menjadi sentra-sentra elektronik dan fesyen dunia,” katanya.

Menurutnya, usaha jastip yang tidak sesuai aturan sangat merugikan para pelaku usaha dalam negeri yang patuh pajak, bahkan beberapa pengusaha lokal harus menutup usahanya karena kalah saing dengan jastip tersebut.

Ia menjelaskan penertiban terhadap pelaku jastip yang melanggar aturan itu bertujuan agar bisa memberi keadilan untuk para pelaku usaha dalam negeri yang membayar pajak dan menaati ketentuan pengiriman barang.

“Kan ritel jadi enggak bisa jual barangnya karena di jastip lebih murah soalnya enggak buka toko, enggak bayar bea masuk dan biaya impor. Kalau enggak dilindungi ritel domestik bisa tutup,” ujarnya.

Heru menuturkan, pelaku jasa titipan diminta untuk membuat Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK) dan membayar berupa bea masuk dan pajak dalam rangka impor.

Selain itu, pihaknya juga telah bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak (DPJ) untuk mewajibkan para pelaku jastip agar mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk ditelusuri lebih lanjut.

“Kami suruh jastip ini cantumkan NPWP kalau barang itu benar punya dia, enggak akan dijual. Tapi kalau dijual artinya dia transaksi dagang, jadi dia harus bayar pajak,” ujarnya.

Baca juga: Bea Cukai Soetta temukan 422 kasus pelanggaran jastip pada 2019

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019