Jakarta (ANTARA News) - Indonesia diperkirakan kehilangan pendapatan sekitar 43 juta dolar AS akibat pembebasan Bea Masuk (BM) 58 persen produk impor dari Jepang selama setahun pelaksanaan kesepakatan kerjasama kemitraan ekonomi (Economic Partnership Agreement/EPA) kedua negara. "Indonesia memang kehilangan devisa dari BM dalam jumlah besar. Pada tahun pertama implementasi EPA, Indonesia `loss` (rugi) sebesar 43.183.543 dolar AS. Tahun kedua dan seterusnya, tentunya `loss` itu menjadi lebih besar karena jumlah tarif yang diturunkan makin besar," kata Sekjen Departemen Perindustrian (Depperin), Agus Thahjana, dalam seminar "Implementasi IJEPA" di Jakarta, Rabu. Kerugian sebesar itu diderita akibat pembebasan 300 pos tarif baja jenis khusus yang sebelumnya dikenakan BM 15,8 persen. Indonesia memang menyepakati permintaan Jepang untuk memberikan fasilitas pembebasan BM untuk impor bahan baku industri otomotif dan komponennya, elektronik dan perlengkapan elektrik serta mesin berat dan peralatannya dengan syarat produk yang diimpor tidak diproduksi Indonesia. Fasilitas serupa juga diberikan untuk impor bahan-bahan yang diperlukan oleh proyek-proyek energi (minyak dan gas). Daftar produk-produk yang mendapat fasilitas tersebut dievaluasi setiap lima tahun sekali. Pembukaan akses pasar produk Jepang ke Indonesia mencakup 92,5 persen dari total pos tarif Indonesia, sedangkan Jepang membuka 90 persen dari total pos tarifnya untuk produk impor dari Indonesia. Rata-rata ekspor Jepang ke Indonesia selama 2000-2007 tercatat menghasilkan devisa sekitar 7,2 miliar dolar AS per tahun. Kompensasi Agus menjelaskan kerjasama EPA antara Indonesia-Jepang memang tidak imbang.Oleh karena itu Indonesia meminta kompensasi dalam bentuk pembangunan kapasitas bagi industri di Indonesia. Jepang menyepakati permintaan Indonesia untuk membantu pembangunan pusat pengembangan industri manufaktur (MIDEC/Manufactur Industry Development Center). "Untuk MIDEC ada 13 sektor, pada tanggal 16 dan 17 Juli 2008 akan ada rapat mengenai MIDEC ini dan kalau asosiasi dari 13 sektor tersebut ingin memberikan masukan dapat melakukan segera," tambah Agus. Tujuan pembentukan MIDEC adalah untuk meningkatkan kemampuan industri Indonesia menghadapi semakin terbukanya pasar di dalam negeri sekaligus memasuki pasar global. Tiga belas subsektor yang tercakup dalam MIDEC antara lain sektor otomotif dan komponennya, elektronik dan perlengkapan elektrik, produk baja, tekstil, petrokimia dan oleo kimia, industri logam non baja, makanan dan minuman, konservasi energi, UKM, welding, dan tooling. Agus menambahkan kerjasama EPA tersebut akan ditinjau ulang dalam lima tahun untuk menilai implementasi kesepakatan oleh masing-masing pihak. (*)
Copyright © ANTARA 2008