Markas Besar PBB, New York, (ANTARA News) - Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang beranggotakan 15 negara termasuk Indonesia, diperkirakan akan segera melakukan pemungutan suara (voting) untuk memberikan sanksi kepada presiden Zimbabwe Robert Mugabe dan para pejabat di rejimnya atas kekerasan berbau politik yang terjadi di negara Afrika tersebut. Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB, Zalmay Khalilzad, Selasa, menunjukkan keyakinannya bahwa rancangan resolusi soal Zimbabwe akan dapat segera disahkan sementara beberapa negara lain seperti Rusia dan Indonesia masih mempertanyakan tentang efisiensi penjatuhan sanksi terhadap Zimbabwe. Kepada para wartawan setelah melakukan rapat tertutup di Markas Besar PBB, New York, yang membahas masalah Zimbabwe, Khalilzad mengklaim bahwa suara minimal yang diperlukan untuk mensahkan resolusi sudah terpenuhi. Untuk dapat disahkan, setiap rancangan resolusi setidaknya harus didukung oleh sembilan anggota Dewan Keamanan serta tidak ada keberatan (veto) dari salah satu negara anggota permanen DK-PBB --AS, Inggris, Perancis, Rusia dan China. Dubes Khalilzad mengatakan sanksi-sanksi perlu diterapkan demi menekan rejim Mugabe agar menghentikan kekerasan serta memulai perundingan dengan pihak opisisi yang dipimpin Morgan Tsvangirai. Mugabe, yang sebelumnya memegang tampuk kepimpinan di Zimbabwe, terpilih kembali untuk periode keenam kali melalui pemungutan suara tanggal 27 Juni lalu tanpa diikuti oleh lawan politiknya yang lain. Tsvangirai, yang menang dalam pemungutan suara putaran pertama tanggal 29 Maret namun tidak berhasil mengumpulkan suara mayoritas, akhirnya menarik diri dari pemungutan suara putaran kedua dengan mengatakan bahwa kampanye menuju Pemilu berlangsung penuh dengan kekerasan dan intimidasi. Rancangan resolusi itu sendiri mulai diedarkan AS pekan lalu yang meminta agar Dewan Keamanan menjatuhkan embargo senjata terhadap Zimbabwe, membekukan aset Robert Mugabe dan setidaknya 11 pejabat tinggi lain Zimbabwe, serta melarang mereka untuk bepergian ke luar negeri. Kendati Dubes Khalilzad terlihat yakin bahwa rancangan resolusi akan dapat disahkan, kemungkinan sebaliknya bisa saja terjadi karena Rusia masih menunjukkan kemungkinan akan menggunakan hak vetonya. Dubes Rusia untuk PBB Vitaly Churkin mengatakan bahwa elemen-elemen yang tercakup dalam rancangan resolusi yang dibuat AS "terlalu berlebihan". Ia juga mengomentari bahwa para pemimpin G8, yang sedang melakukan pertemuan di Jepang, tidak memiliki acuan dalam upaya mereka untuk menerapkan sanksi terhadap rejim Robert Mugabe. Para pemimpin G8 melalui pernyataan bersama yang dikeluarkan dalam pertemuan mereka di Hokkaido, Jepang, menegaskan bahwa mereka tidak akan mengaku kepemimpinan siapapun di Zimbabwe yang tidak mencerminkan aspirasi rakyat negara tersebut. "Kami akan mengambil langkah-langkah lanjutan misalnya berkaitan dengan aspek keuangan dan langkah-langkah lain terhadap orang-orang yang bertanggung jawab terhadap terjadinya kekerasan," kata para pemimpin tersebut. Indonesia sendiri belum mengungkapkan sikap apa yang akan diambil jika pemungutan suara dilakukan, apakah akan mengambil sikap setuju terhadap rancangan resolusi, menolak, atau abstain. Menurut Dubes RI untuk PBB Marty Natalegawa, Indonesia tentu prihatin atas perkembangan situasi politik dan kemanusiaan di Zimbabwe dan menganggap Dewan Keamanan memang perlu mengambil tindakan untuk menghentikan kekerasan di negara tersebut. Namun pada saat yang sama, Indonesia juga mempertanyakan efektivitas sanksi, apakah memang akan membantu proses rekonsiliasi di Zimbabwe ataukah justru membuat situasi di negara tersebut menjadi lebih keruh.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008