Jambi (ANTARA News) - Rapat lintas agama di Provinsi Jambi yang dilakukan secara rutin dan terkoordinir perlu ditingkatkan untuk mewaspadai desakan sejumlah kalangan untuk membubarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI).Asisten II Setda Provinsi Jambi, Hasan Kasyim pada rapat lintas agama di Jambi, Selasa, mengatakan, adanya keinginan hendak mengacaukan tatanan kehidupan beragama, dilontarkan oleh sejumlah kalangan untuk membubarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) perlu diwaspadai.MUI merupakan tempat berkumpulnya para ulama dari berbagai ormas Islam, dan juga merupakan refresentasi dari mayoritas umat Islam di Indonesia."Jika MUI dibubarkan sudah pasti adanya tuntutan untuk membubarkan majelis agama lain seperti Persatuan Gereja Indonesia (PGI), Majelis Agung Para Wali Gereja Indonesia (MAWI), Perwalian Umat Budha Indonesia (WALUBI) dan lainnya," katanya. Pasca dikeluarkannya surat keputusan bersama (SKB) Mendagri, Menteri Agama dan Jaksa Agung pada tanggal 9 Juni 2008, muncul tuntutan dari sejumlah ormas agar Ahmadiyah dibubarkan karena telah menodai Islam. Puncak dari tuntutan itu terjadi bentrokan antara Front Pembela Islam (FPI) dengan Aliansi Kebangsaan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB). Untuk itu masyarakat Jambi perlunya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta menjaga kerukunan intern umat beragama, antar umat beragama serta antar umat beragama dengan pemerintah. Selain itu majelis agama yang ada juga perlu mewaspadai aliran-aliran sesat yang sengaja memecah persatuan dan kerukunan umat beragama, lewat orang asing seperti Arab, Pakistan dan lainnya melalui cara perdukunan, mistik dan SARA. Dalam keterangan terpisah Ketua MUI Propinsi Jambi Prof Dr. H. Sulaiman Abdullah mengharapkan Pemda terus memberdayakan ormas dan meningkatkan perhatian dengan menjalin silaturahmi serta ikut memecahkan atau mencari solusi permasalahan yang terjadi. Rapat lintas agama tersebut bertujuan menciptakan dan membangun kesepahaman, keterpaduan, keserasian, visi, misi dalam menjaga kerukunan umat beragama, sekaligus mencegah kericuhan seperti di daerah lain di Indonesia.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008