Jakarta (ANTARA) - Sejumlah penumpang mengemukakan perbedaan fasilitas yang mereka rasakan saat menempuh perjalanan menggunakan kereta Light Rapid Transit (LRT) dan Kereta Rel Listrik (KRL) Commuterline.

"Kalau saya bandingkan, kursi duduknya lebih enak di KRL, sebab ada bantalan busanya. Sementara LRT materialnya stainless, jadi agak kurang nyaman. Agak licin dan keras," kata penumpang LRT, Yohana di Jakarta.

Menurut warga Kampung Melayu, Jakarta Timur itu dimensi gerbong LRT relatif lebih kecil dari KRL.

"Kalau sensasi laju keretanya sih sama saja dengan KRL, tidak banyak getaran. Cuma suara AC-nya aja rada berisik," katanya.

Penumpang lainnya, Aulia mengkritisi ketiadaan gerbong khusus perempuan di LRT.

"Seharusnya ada gerbong khusus perempuan juga seperti yang dilakukan KRL, jadi kita yang perempuan lebih diprioritaskan dari laki-laki, khususnya saat penumpang padat," katanya.

Baca juga: Stasiun LRT Pegangsaan Dua beroperasi mulai besok pagi

Aulia dan Yohana adalah penumpang yang sengaja naik LRT dari Stasiun Velodrome menuju Kelapa Gading selama masa uji coba yang masih digratiskan.

Berdasarkan pantauan, fasilitas yang dimiliki LRT secara umum tidak memiliki perbedaan signifikan dengan KRL, namun fasilitas khusus kaum disabilitas masih terbatas di dalam gerbong kereta berkapasitas maksimal 270 orang per rangkaian kereta itu.

Jika KRL tidak menyediakan area khusus bagi pengguna kursi roda, LRT justru memberikan tempat khusus tersebut sebanyak dua titik di setiap gerbong.

Area khusus pengguna kursi roda itu berada di sisi pintu kereta yang dilengkapi penanda stiker serta bantalan dinding kereta berikut tali pengikat kursi roda.

Tapi LRT tidak menyediakan kursi khusus penyandang disabilitas layaknya KRL sebanyak 12 kursi per gerbong. Penyandang disabilitas duduk di rangkaian kursi yang sama dengan penumpang umum, hanya posisinya saja yang didekatkan dengan pintu masuk dan keluar.

General Manager Operasi dan Pelayanan PT LRT Jakarta, Aditya Kesuma mengatakan kelebihan lain dari LRT adalah dimensi lintasan yang tidak banyak memerlukan lahan.

"Lintasannya gak lebih ramping, sehingga saat pembangunan tidak butuh lahan besar. Selain itu untuk manuver juga lebih lincah dengan radius belok yang tajam," katanya.

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019