Mataram (ANTARA) - DPRD Nusa Tenggara Barat mendorong aparat penegak hukum untuk mengusut dan menindak aplikator nakal maupun pihak-pihak yang bermain dalam pembangunan rumah tahan gempa karena dinilai sudah merugikan masyarakat, khususnya mereka yang menjadi korban bencana gempa bumi.

"Kita mendorong aparat penegak hukum untuk mengusut para aplikator nakal ini. Karena masyarakat lah yang paling dirugikan dalam lambannya pembangunan rumah tahan gempa (RTG) itu," ujar Sekretaris Fraksi Partai Gerindra DPRD NTB Sudirsah Sudjanto di Mataram, Rabu.

Menurutnya, lambannya pembangunan RTG tersebut karena ada pihak-pihak yang sengaja bermain, sehingga progres pembangunan RTG sampai saat ini belum banyak yang tuntas setelah ditinggal begitu saja oleh aplikator.

"Coba cek di lapangan, seperti di Lombok Utara masih banyak warga kita yang tinggal di tenda-tenda karena rumahnya belum jadi. Padahal pemerintah sudah menganggarkan untuk itu, tapi nyatanya rumah yang diharapkan belum juga selesai dikerjakan," ketusnya.

Sementara itu, Ketua Fraksi Partai NasDem di DPRD NTB, Multazam juga sangat mendukung para penegak hukum untuk mengusut persoalan tersebut. Sebab, meski bencana gempa sudah terjadi satu tahun lalu, namun kenyataannya progres pembangunan RTG berjalan lamban. Terbukti dengan masih banyak warga yang masih tinggal di tenda karena belum memiliki tempat tinggal.

"Kenapa karena kami menerima banyak laporan masyarakat ada yang bermain dalam pembangunan RTG," tegasnya.

Komandan Distrik Militer (Dandim) 1606 Lombok Barat Kolonel CZI Efrijon Kroll menegaskan akan menindak tegas oknum aplikator dan fasilitator nakal penghambat proses rehabilitasi dan rekonstruksi (rehab-rekon) di daerah itu.

"Memang ada oknum fasilitator dan aplikator yang menghambat jalannya pekerjaan rekons," kata Efrijon, dalam rapat membahas capaian rehab-rekon dengan Pemerintah Kabupaten Lombok Barat, di Lombok Barat.

Efrijon yang juga menjabat sebagai Komandan Sektor Rekonstruksi mengatakan, realisasi rehab-rekon rumah pascagempa akan segera berakhir. Bahkan pemerintah sudah mengeluarkan batas waktu proses percepatan hingga 31 Desember 2019.

Dari sisa waktu kurang lebih tiga bulan tersebut, lanjut Efrijon, masih ada kendala, seperti langkanya semen dan tenaga kerja dan kendala yang paling disayangkan adalah adanya oknum fasilitator dan aplikator yang nakal.

"Ada seorang oknum fasilitator yang menghilang setelah menerima pencairan dana, sementara pekerjaan yang dibebankan belum total selesai," ujarnya.

Baca juga: Pokmas diminta berani laporkan aplikator rumah tahan gempa bermasalah

Baca juga: Polisi NTB siap pidanakan "pemain nakal" program rumah tahan gempa

Baca juga: Gubernur NTB serahkan 60.299 rumah tahan gempa

Efrijon menegaskan akan mencari oknum tersebut sampai kapan dan di manapun juga.

Menurut dia, para aplikator dan fasilitator sudah memenuhi syarat yang diberikan pihak Dinas Perumahan dan Permukiman Kabupaten Lombok Barat.

Selain itu, mereka sudah mendapatkan rekomendasi dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lombok Barat serta menandatangani pakta integritas.

"Kalau kita memilih aplikator yang bonafid dan bertangung jawab, ya pekerjaan akan selesai dan tidak ada masalah," katanya.

Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019