Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua KPK (bidang pencegahan) M Yasin menyatakan, KPK tidak punya unsur kepentingan (interest) politik dalam melakukan tindakan hukum kepada pihak lain."Kami tidak punya maksud seperti itu (kepentingan politik)," katanya dalam diskusi di Gedung DPR/MPR Jakarta, Jumat.Dia menegaskan, KPK bekerja cermat dan profesional serta tidak mengejar popularitas. KPK juga tidak memilih-milih target. KPK tidak boleh mengeluarkan SP3 sehingga tindakannya harus cermat dan disertai bukti material yang cukup.Mengenai kemungkinan terjadinya `bargaining" dalam penyelesaian kasus, Yasin menyatakan, hal itu tidak pernah dilakukan KPK. "Tidak ada `bargaining`, misalnya ditelepon dulu kalau uang (hasil korupsi) nggak kembali, kasusnya akan diteruskan. Tidak ada seperti itu," katanya. Ketika ditanya mengenai kemungkinan orang KPK memanfaatkan atau menyelewengkan kewenangannya, ia menegaskan, KPK telah memberlakukan kode etik secara tegas. Apabila menerima sesuatu, katakanlah, "oleh-oleh" harus lapor, apalagi kalau terima dari tersangka. "Kita tak boleh dijemput kalau ke daerah. Tak boleh diongkosi kalau pulang. Sampai sekarang semua tetap konsisten," katanya. Dia menilai, apabila kode etik seperti itu diterapkan secara konsisten di DPR akan sangat bagus bagi citra DPR. Mengenai anggaran untuk KPK yang dinilai banyak kalangan cukup besar, dia menjelaskan, anggaran untuk KPK tahun 2008 sebesar Rp250 miliar. Anggaran sebesar itu sepadan dengan hasil kerja KPK untuk mengembalikan uang negara yang dikorupsi. Saat ini, uang pengembalian dari korupsi sudah mencapai Rp455 miliar. Dana sebesar itu langsung diserahkan kepada negara melalui Ditjen Anggaran Depkeu. "Diharapkan sampai akhir tahun kita bisa capai Rp1 triliun. Dana yang kami sita langsung dikirim ke Ditjen Anggaran dalam waktu 1x24 jam. Jadi tidak dibiarkan sampai berbunga," katanya. Ketika ditanya mengenai penyebutan orang-orang lain oleh tersangka kasus korupsi yang sedang diproses KPK, Yasin menyatakan, penyebutan nama-nama memang sering dilakukan tersangka. "Tetapi KPK harus mendapatkan bukti material. Tak cukup hanya pengungkapan atau penyebutan nama-nama. Kita gali bukti selengkap-lengkapnya dan sekuat-kuatnya," kata Yasin. Yasin mengungkapkan, daftar nama-nama juga ditemukan KPK saat melakukan penggeledahan di ruang kerja atau rumah tersangka. Tetapi daftar nama saja belum cukup kuat sehingga masih harus dilengkapi alat bukti lain yang lebih kuat dan lengkap. Dengan bukti kuat dan lengkap, maka dakwaan dan tuntutan jaksa KPK tidak mudah dipatahkan oleh hakim Pengadilan Tipikor. "Agar penuntutan dan bobot hukuman bisa dicapai 100 persen," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008