Denpasar (ANTARA News) - Keterikatan orang Bali terhadap lembaga tradisional yang tumbuh dan berkembang dalam lingkungannya secara sukarela maupun wajib, mampu berfungsi untuk ketahanan budaya Bali, kata Guru Besar Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Prof DR Irwan Abdullah. "Keterikatan tersebut harus mengalami revitalisasi dan pemberdayaan kelembagaan untuk aktualisasi budaya secara lebih menyeluruh," ujar dosen program S-3 kajian budaya di Universitas Udayana di Denpasar itu, Jumat. Ia meengemukakan, cara sederhana dalam menghadapi perubahan yang terjadi di eraglobalisasi dengan memurnikan identitas ke-Bali-an (ajeg Bali). Hal itu, dinilainya, penting untuk lebih mendapat perhatian, mengingat beberapa dekade belakangan garis hubungan darah (geneologis) nyaris hilang. "Praktik yang dilakukan dengan memelihara kebersamaan identitas, melestarikan lembaga-lembaga tradisional seperti desa pekraman dan menggelar rapat desa adat untuk membahas perbagai permasalahan yang muncul," ujar Prof Irwan. Gerakan globalisasi mengandung pengertian sebagai suatu integrasi ke sumber-sumber nilai, kesempatan dan praktek sosial dunia ke dalam sistem nilai, budaya maupun sistem simbilik Bali sesuai dengan kebutuhan material dan spiritual masyarakat setempat. Hal itu, menurut dia, sekaligus menunjukkan kedewasaan dalam mengantisipasi pengaruh luar ke dalam masyarakat, dengan harapan keseimbangan dan keharmonisan dapat tercipta dengan baik. Ia mengemukakan, masyarakat harus mampu melakukan berbagai upaya dan antisipasi agar Bali sekarang dan ke depan tetap aman, nyaman serta kehidupan seni budaya yang lestari. Untuk itu otonomi daerah di Bali seyogyanya dapat menjadi momentum dalam menyelesaikan hubungan Bali dengan negara termasuk persoalan pendefinisian desa adat dan desa dinas atau berbagai sistem yang bersifat mendua dalam sistem sosial di Bali, kata Irwan Abdullah menambahkan. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008