Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan konstruksi perkara terkait dengan suap kuota impor ikan pada tahun 2019.
KPK telah menetapkan dua tersangka dalam kasus itu, yakni sebagai penerima Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia (Perindo) Risyanto Suanda (RSU) dan Direktur PT Navy Arsa Sejahtera Mujib Mustofa (MMU) sebagai pemberi.
Dalam kasus ini, KPK menemukan adanya dugaan alokasi fee Rp1.300,00 untuk setiap kilogram Frozen Pacific Mackarel yang diimpor ke Indonesia.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat jumpa pers di Gedung KPK RI, Jakarta, Selasa, menyatakan bahwa Perum Perindo merupakan BUMN yang memiliki hak untuk melakukan impor ikan.
Baca juga: KPK tetapkan Dirut Perum Perikanan Indonesia sebagai tersangka
"Perum Perindo dapat mengajukan kuota impor ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Apabila KKP mengeluarkan rekomendasi, rekomendasi tersebut beserta persyaratan lain dikirimkan ke Kementerian Perdagangan untuk mendapat izin," ucap Saut.
Setelah izin dikeluarkan, Perum Perindo bisa melakukan impor langsung ke negara dituju.
"Perseroan Terbatas Navy Arsa Sejahtera (NAS) merupakan salah satu perusahaan importir ikan namun telah masuk blacklist sejak 2009 karena melakukan impor ikan melebihi kuota. Pada saat ini PT NAS tidak bisa mengajukan kuota impor," kata Saut.
Melalui mantan pegawai Perum Perindo, Mujib berkenalan dengan Risyanto dan kemudian bertemu membicarakan masalah kebutuhan impor ikan.
Pada bulan Mei 2019 dilakukan pertemuan antara MMU dan RSU. Saat itu disepakati bahwa MMU akan mendapatkan kuota impor ikan sebanyak 250 ton dari kuota impor Perum Perindo yang disetujui Kemendag.
Baca juga: Kementerian BUMN hormati proses hukum terhadap Perum Perindo
"Meskipun kuota impor diberikan kepada Perum Perindo, pada kenyataannya yang melakukan impor adalah PT NAS," ungkap Saut.
Setelah 250 ton ikan diimpor oleh PT NAS, lanjut Saut, kemudian ikan-ikan tersebut berada di karantina dan disimpan di cold storage milik Perum Perindo.
Berdasarkan keterangan Mujib, hal ini dilakukan untuk mengelabui otoritas yang berwenang agar seolah-olah yang melakukan impor adalah Perum Perindo.
Pada tanggal 16 September 2019, MMU bertemu kembali dengan RSU di salah satu lounge hotel di Jakarta Selatan karena RSU menganggap MMU berhasil mendatangkan ikan.
"RSU lantas menanyakan apakah MMU sanggup jika diberikan kuota impor ikan tambahan sebesar 500 ton pada bulan Oktober 2019. MMU menyatakan kesanggupannya dan diminta oleh RSU untuk menyusun daftar kebutuhan impor ikan yang diinginkan," tuturnya.
Baca juga: Kiara desak pembenahan data kuota impor perikanan
Pada pertemuan tersebut, kata Saut, Risyanto juga menyampaikan permintaan uang sebesar 30.000 dolar AS kepada Mujib untuk keperluan pribadinya.
"RSU meminta MMU untuk menyerahkan uang tersebut kepada perantaranya ASL (Adhi Susilo, swasta). ASL akan menunggu di lounge Hotel tersebut di tempat duduk yang sama dengan yang sedang RSU duduki saat itu," kata Saut.
Selanjutnya, pada tanggal 19 September 2019, Risyanto dan Mujib bertemu di salah satu kafe di Jakarta Selatan, tempat Mujib menyampaikan daftar kebutuhan impor ikannya kepada Risyanto.
"Daftar tersebut berbentuk tabel yang berisi informasi jenis ikan dan jumlah yang ingin diimpor dan commitment fee yang akan diberikan kepada pihak Perum Perindo untuk setiap kilogram ikan yang diimpor. Commitment fee yang disepakati adalah sebesar Rp1.300,00," ungkap Saut.
KPK, kata dia, juga akan mendalami dugaan penerimaan sebelumnya dari perusahaan importir lain, yaitu sebesar 30.000 dolar AS, 30.000 dolar Singapura, dan 50.000 dolar Singapura.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019