Jakarta (ANTARA News) - Kurs rupiah di pasar spot antarbank Jakarta, Jumat pagi, kembali melemah menjauhi angka Rp9.200 per dolar AS, setelah menguat, menyusul melonjaknya harga minyak mentah dunia yang menembus angka 145 dolar AS/barel .
"Kenaikan harga minyak mentah dunia menekan bursa Wall Street yang mengimbas bursa regional sehingga memberikan dampak negatif terhadap pasar uang domestik, khususnya rupiah," kata Direktur Retail Banking PT Bank Mega Tbk, Kostaman Thayib, di Jakarta, Jumat.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS turun tujuh poin menjadi Rp9.217/Rp9.223 dibanding penutupan hari sebelumnya Rp9.213/Rp9.217 per dolar AS.
Dikatakannya, rupiah semula diperkirakan akan bisa menembus angka Rp9.200 per dolar AS, namun tekanan negatif yang cukup besar akibat gejolak harga minyak mentah dunia mengakibatkan rupiah melemah.
"Pelaku pasar sangat khawatir dengan gejolak kenaikan harga minyak mentah yang diperkirakan masih akan berlanjut mencapai 200 dolar AS per barel," katanya.
Namun tekanan negatif itu, lanjut dia agak tertahan dengan masuknya investor asing membeli Surat Utang Negara (SUN), sehingga tekanan terhadap rupiah agak berkurang.
Jadi koreksi harga terhadap rupiah yang terjadi saat ini dinilai masih wajar, setelah hari sebelumnya menguat, ucapnya.
Rupiah, menurut dia juga mendapat dukungan dari Bank Indonesia (BI) yang menaikkan suku bunga acuan (BI Rate) dari 8,50 persen menjadi 8,75 persen atau naik 25 basis poin.
BI menilai bunga BI Rate perlu dinaikkan untuk mencegah tekanan pasar akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang masih terjadi, katanya.
Sementara itu posisi dolar AS terhadap euro menguat setelah data upah buruh turun karena kekhawatiran atas pertumbuhan ekonomi AS yang melemah.
Dolar AS terhadap yen mencapai 106,75 yen dan terhadap euro menjadi 1,5673.
Euro kemungkinan akan kembali menguat setelah Bank sentral Eropa (ECB) menaikkan suku bunganya dari 4 persen menjadi 4,25 persen. (*)
Copyright © ANTARA 2008