Jakarta (ANTARA News) - Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) menegaskan hasil riset Joko Suprapto soal "Blue Energy" yang disebut-sebut mampu mengubah air menjadi bahan bakar minyak (BBM) belum pernah jadi kebijakan Presiden untuk dikembangkan."Blue Energy dalam arti sempit ini selama ini hanya bersifat verbal, karena kalau berupa kebijakan itu berarti sudah tercatat dalam peraturan dan anggaran, tapi ini tidak," kata Menristek Kusmayanto Kadiman menjawab Komisi VII DPR di Jakarta, Kamis.Menurut dia, konsep blue energy yang perlu dikembangkan seperti dimaksudkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah konsep dalam arti luas yang berarti energi terbarukan dan ramah lingkungan, suatu kata yang semakna dengan green energy."Blue energy air jadi BBM itu salah satu saja," katanya. Menristek mengakui, pihaknya telah mendapat kesempatan untuk melihat proyek yang diusung Joko Suprapto itu dua kali, namun tiap kali pihaknya meminta untuk dapat mengetahui proses pembuatannya pihaknya tidak pernah bisa mendapatkannya. "Bagaimana caranya tidak bisa diperoleh, yang kami dapat hanyalah hasilnya berupa cairan. Lalu kami diminta untuk meneliti cairan apakah itu, dan hasil yang kami dapat cairan itu berperilaku seperti solar dan solartex," katanya. Menristek menjelaskan, air yang memiliki unsur H2O dimungkinkan untuk dijadikan BBM namun harus melewati proses yang mahal. Air, urainya, harus lebih dulu dipisahkan unsurnya (H dan O) melalui hidrolisa dan elektrolisa, lalu H diinjeksikan ke karbon tak jenuh, lalu diinjeksikan lagi ke rangkaian hidrokarbon, setelah itu baru bisa menjadi BBM. Atau karbon bisa dibombardir dengan hidrogen hasil hidrolisa itu dan menghasilkan hidrokarbon, rumus minyak sintetis mentah dalam bentuk cair atau gas kemudian ditambah refinasi untuk menghasilkan bahan bakar dalam bentuk solar. "Untuk melakukan proses dalam semua rangkaian itu membutuhkan energi, dari mulai pemisahan dengan hidrolisa, injeksi sampai menjadi solar yang jika dihitung belum bisa sampai tahap komersil, jadi untuk bisnis tak akan ada yang mau," katanya. Pernyataan Menristek sempat membuat gemas sejumlah anggota Komisi VII DPR dan meminta Menristek menjelaskan saja secara gamblang kepada masyarakat bahwa proyek tersebut tak mungkin dikerjakan. "Sebelumnya mengapa Presiden tidak konsultasi dulu kepada ahlinya, saya lihat daftar nama menteri waktu peluncurannya ada Menteri ESDM, Menkeu, Mentan segala, tapi Menristek tak ada. Sudah jadi kontroversi baru profesor-profesor dipanggil," kata salah satu anggota Komisi VII, Rapiuddin.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008