Jakarta (ANTARA News) - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai kenaikan BI rate sebesar 25 basis poin menjadi 8,75 persen merupakan cara yang tepat untuk menekan laju inflasi yang diperkirakan mencapai 11-12 persen akhir tahun ini."Saya bisa mengerti kenaikan itu karena itu salah satu cara yang langsung bisa meredam inflasi. Inflasi sudah tinggi dan pemerintah pun sudah mengakui bisa sampai 11-12 persen. Itu sudah cukup mengkhawatirkan, jangan lebih dari itu karena inflasi kalau sudah dua digit dia susah dikendalikan," kata Ketua Umum Kadin, MS Hidayat di Jakarta, Kamis.Menurut dia, tingginya inflasi akan sangat mempengaruhi masyarakat kelas menengah ke bawah yang berpendapatan tetap karena secara nominal pendapatannya menyusut dan daya belinya turun. Oleh karena itu, pemerintah harus mempertahankan laju inflasi agar sesuai targetnya. Hidayat memperkirakan kenaikan BI rate akan berlangsung terus hingga akhir tahun ini hingga mencapai 9,5 - 10 persen. "Itu berarti mengorbankan kemampuan pengusaha untuk mendapatkan kredit murah karena kalau BI rate 9-9,5 itu `landing rate`nya atau bunga pinjamannya bisa 16-17 persen. Bank-bank kita tidak efisien karena dia mencadangkan dananya untuk deposito,"ujarnya. Akibatnya, lanjut Hidayat, pertumbuhan industri tidak akan melampaui 5 persen dan pertumbuhan ekonomi pun diperkirakan hanya mencapai 6,1 persen saja. "Jarang ada orang yang berani berinvestasi dengan keadaan seperti itu, pertumbuhan ekonomi akan agak sedikit menurun. Tapi, esensinya adalah untuk meredam inflasi ini sedang diterapkan `tight money policy`, jadi memang harus ada yang dikorbankan,"jelasnya, Menurut dia, BI rate saat ini merupakan angka maksimal yang masih bisa ditoleransi oleh sektor riil, namun ia memahami kenaikannya memang harus dilakukan demi meredam inflasi yang bisa terdorong lagi akibat harga minyak dunia yang masih berfluktuasi. "Kalau melihat laju inflasi yang tinggi ditambah perkembangan harga minyak dunia yang sampai 145 dolar AS per barel itu akan memicu kenaikan harga yang lain. komponen biaya khususnya untuk transportasi akan tinggi dan sulit untuk mengorbankan margin profitnya lagi. Pertumbuhan industri kemungkinan terhenti, tidak akan mungkin lebih dari 5 persen,"tuturnya. Oleh karena itu, ia mendesak pemerintah untuk segera menghapus ekonomi biaya tinggi untuk meringankan beban industri. "Kami mengerti situasinya memang memburuk, yang kita komplain itu kalau ditambah high cost economy. Kalau faktor global saya tidak komplain tapi jangan ditambah lagi dengan biaya birokraksi yang tinggi," tegasnya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008