Borobudur, (ANTARA News) - Peneliti arkeologi Indonesia dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional merencanakan studi komparasi tentang manusia purba di Kenya, Afrika Tengah, yang sejaman dengan temuan fosil manusia purba di Sangiran, Jawa Tengah. "Fokus studi komparasinya yang masih satu zaman dengan manusia purba Sangiran, sekitar 1,1 juta tahun lalu," kata Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, Tony Djubiantono, di sela seminar internasional bertajuk "Uncovering The Meaning of The Hidden Base of Candi Borobudur", di kompleks Candi Borobudur, Magelang, Kamis. Berdasarkan penelitian, katanya, Afrika sebagai cikal bakal migrasi manusia purba ke seluruh dunia termasuk mereka yang tiba di Kepulauan Indonesia. Temuan manusia purba di Indonesia antara lain di Sangiran, Ngandong, dan Trinil. Manusia purba yang menjadi fokus studi komparasi sejumlah peneliti arkeologi Indonesia di Kenya pada akhir tahun 2008 selama sekitar dua minggu itu, katanya, jenis homo erectus. Studi komparasi antara lain di museum dan sejumlah situs manusia purba terkenal di Kenya seperti Omo dan Olduvai. Ia mengatakan, temuan fosil manusia purba dari Sangiran dengan Kenya diperkirakan relatif tidak jauh berbeda. "Persoalannya, situs di Sangiran berada dalam satu komunitas dengan masyarakat sekarang sedangkan di Kenya terpisah dengan masyarakat sehingga berada di daerah yang terisolasi, tidak terjamah masyarakat, dan lebih terkonservasi secara baik," katanya. Ia mengatakan, studi komparasi itu juga untuk mengetahui kebijakan pemerintah Kenya dalam pengelolaan situs manusia purba. Fosil-fosil manusia purba di Kenya ditemukan secara "in situ" sedangkan di Sangiran relatif banyak yang sudah berada di tangan masyarakat setempat. Pada masa mendatang studi komparasi manusia purba Indonesia bisa dikembangkan ke beberapa negara lain seperti Tanzania dan Etiopia (Afrika Tengah), Afrika Selatan, serta Cina. "Hasil penelitian komparasi itu antara lain untuk memberikan masukan kepada pemangku kepentingan yang terkait dengan pengelolaan situs purbakala," kata Tony Djubiantono. (*)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008