Jakarta (ANTARA News) - Cudry Sitompul, pengacara Sekjen Komite Bangkit Indonesia (KBI) Ferry Yuliantoro, menyatakan kliennya ditangkap Polri saat berada di wilayah internasional dan bukan di wilayah Indonesia. Cudry menyatakan hal itu di Jakarta, Kamis, usai menjenguk kliennya yang kini ditahan di Mabes Polri sebagai tersangka aksi unjuk rasa menolak kenaikan bahan bakar minyak (BBM) yang berakhir anarkis. Menurut Chudry, saat transit di Bandara Kualumpur, kliennya ditolak masuk ke Malaysia oleh petugas imigrasi karena ada permintaan dari Polri. "Di bandara itu, pesawat HP Ferry diambil oleh polisi Indonesia. Dari sini, secara fisik, ia sudah ditangkap oleh Polri dan surat penangkapan baru diberikan setelah tiba di Mabes Polri," katanya. Dengan begitu, ia membantah pernyataan Mabes Polri yang menyatakan bahwa Ferry ditangkap setelah melewati pintu imigrasi Bandara Soekarno Hatta. "Polri telah menangkap orang di wilayah internasional. Ini melanggar hukum internasional," katanya. Ferry, katanya, juga merasa menjadi rebutan antara Badan Intelijen Negara (BIN) dan Polri. "Di Bandara Soekarno Hatta, Ferry melihat banyak polisi dan anggota BIN, tapi dia tidak tahu mana yang BIN dan mana yang polisi. Setelah dibawa Polri, ia baru tahu mana yang BIN dan mana polisi," katanya. Kendati penangkapan itu dinilai tidak sah, namun pengacara maupun Ferry belum akan mengajukan gugatan pra-peradilan. "Pra peradilan masih kita pikirkan efektif atau tidak. Ini masih kita bahas," katanya. Sebelumnya, aksi unjuk rasa menolak kenaikan BBM di depan Gedung DPR dan depan kampus Unika Atmajaya, 24 Juni 2008 berakhir anarkhis. Massa merusak delapan mobil polisi, satu mobil Kementerian Negara Riset dan Teknologi. Sebanyak 16 polisi luka-luka, dua wartawan luka dan tiga warga juga luka terkena lemparan baru. Hingga kini, polisi telah menahan beberapa orang sebagai tersangka. Ferry ditahan karena diduga menggerakkan aksi unjuk rasa. (*)

Copyright © ANTARA 2008