Jakarta (ANTARA News) - Defisit moral yang menghinggapi sebagian masyarakat Indonesia telah menggerus upaya perbaikan hukum dan aturan, meski sudah diawali tindakan benar dalam empat perubahan di konstitusi UUD 1945, kata pengamat hukum Denny Indrayana di Jakarta, Rabu. Idealnya empat perubahan UUD telah menanamkan benih harapan lahirnya konstitusionalisme di dalam konstitusi Indonesia. Namun, perbaikan hukum dan aturan menjadi sia-sia karena tren pembajakan yang disebabkan defisitnya etika-moralitas, katanya saat peluncuran dua bukunya "Negara antara Ada dan Tiada: Reformasi Hukum Ketatanegaraan" dan "Negeri Para Mafioso: Hukum di Sarang Koruptor" di Universitas Paramadina. Dalam siaran pers Universitas Paramadina, Deny yang juga akademisi di bagian hukum tata negara, Fakultas Hukum UGM mengatakan, kondisi defisit moral tersebut mengakibatkan sistem pemilihan presiden dan kepala daerah, langsung terbajak "money politics" (politik uang) oleh partai politik. "Di sini demokrasi pemilu beralih menjadi partai-krasi. Padahal partai politik belum bisa menjadi tanah subur munculnya para aktor politik yang bermoral," katanya. Pegiat di Pusat Kajian Anti (PuKAT) Korupsi Fakultas Hukum UGM itu, menyatakan bahwa konstitusi sangatlah berkaitan dengan korupsi, artinya konstitusionalisme adalah paham untuk mencegah kekuasaan penguasa yang cenderung koruptif. "Konstitusi mengatur bagaimana seharusnya negara dijalankan, sedangkan korupsi merupakan tindakan yang pasti menghancurkan tatanan kehidupan bernegara," kata Denny. Peluncuran buku yang dibuka Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan PhD itu, menghadirkan Prof Dr Jimly Asshiddiqie (Ketua Mahkamah Konstitusi RI) sebagai pembicara kunci. Dalam pidatonya, Jimly mengatakan, korupsi bukan hanya mengambil sesuatu yang bukan haknya. "Mengerjakan kewajiban kurang dari (yang) seharusnya juga tergolong korupsi," kata Jimly. Karena itu, kata Jimly, perlunya setiap orang mempromosikan kebajikan, tidak hanya secara secara institusional tapi juga secara individual. Lebih jauh, Jimly mengatakan, untuk pemberantasan korupsi, kita tidak cukup hanya mengandalkan `rule of law' (aturan hukum), tapi juga harus menegakkan rule of ethics (aturan etika). Diskusi kedua buku Denny, dengan moderator pakar komunikasi politik Effendi Gazali mendapat sambutan hangat dari 300-an hadirin. Rektor Paramadina, Anies Baswedan dalam diskusi itu mengatakan, korupsi adalah masalah nasional dan semua komponen masyarakat harus terlibat dalam memerangi korupsi, termasuk dunia pendidikan tinggi. "Kita berharap, pendidikan anti-korupsi bukan sebuah pilihan, tapi merupakan suatu keharusan sebagai ikhtiar kolektif untuk membongkar tradisi dan praktek korupsi di Indonesia," kata Anies.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008