Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sangat memprihatinkan terus naiknya harga minyak mentah dunia di pasaran internasional, karena bisa saja harga "emas hitam" ini melonjak hingga 200 dolar/barel, meski ditegaskannya tidak mungkin pemerintah akan terus-menerus menaikkan harga BBM di dalam negeri akibat naiknya harga sumber energi itu. "Harga minyak mentah dunia bisa saja menjadi 160 dolar hingga 200 dolar tiap barelnya," kata Presiden Yudhoyono kepada wartawan di Palembang, Rabu, ketika mengomentari terus membubungnya harga minyak mentah dunia. Kpala Negara menyebutkan kenaikan harga BBM sebesar 28,7 persen baru-baru ini diambil dengan perkiraan harga minyak mentah mencapai 110-120 dolar/barel. Kepala Negara yang didampingi Mensesneg Hatta Rajasa, Menteri Kominfo Muhammad Nuh serta Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi mengatakan jika harga minyak naik menjadi 140-145 dolar/barel, maka subsidi terhadap BBM bisa mencapai Rp205 triliun, yang harus ditambah lagi dengan subsidi terhadap listrik yang bisa mencapai Rp80 triliun sehingga mencapai Rp300 triliun. Sedangkan jika harga minyak mendekati 150 dolar/barel, maka subsidi BBM akan mencapai Rp230 triliun ditambah dengan Rp90 triliun untuk subsidi listrik. "Kalau harga minyak naik lagi hingga mencapai 160 dolar per barel, maka subsidi BBM akan naik lagi menjadi sekitar Rp259 triliun yang ditambah subsidi listrik Rp90 triliun," kata Presiden, seraya menambahkan bahwa setiap malam ia terus memantau pergerakan harga minyak di berbagai bursa internasional. Ketika menjelaskan bagaimana pengaruh kenaikan harga minyak mentah dunia terhadap APBN, dengan sangat tegas Yudhoyono yang pernah menjadi Menteri Pertambangan dan Energi mengatakan," Kalau subsidi terhadap BBM dan listrik menjadi Rp300 triliun, maka hal itu sangat tidak sehat". Sekalipun harga minyak dunia terus naik yang mengakibatkan pemerintah harus meningkatkan lagi harga BBM dalam negeri, Kepala Negara menegaskan bahwa tidak mungkin pemerintah akan terus-menerus menaikkan harga BBM dalam negeri. "Tidak mungkin pemerintah terus-menerus menaikkan harga BBM," tegas Kepala Negara.. Karena itu, Presiden meminta atau bahkan mengajak seluruh lapisan rakyat termasuk para pejabat dan anggota lembaga negara untuk terus-menerus melakukan penghematan energi yang berasal dari fosil ini, guna mengurangi angka konsumsi BBM, sehingga akhirnya bisa mengurangi subsidi. Pada awal jumpa pers ini, Kepala Negara menyebut kenaikan harga minyak yang sekarang hampir mendekati 150 dolar/barel sebagai kondisi yang "sudah SOS atau lampu merah". Pertemuan G-8 di Jepang Kepada para wartawan, Kepala Negara mengatakan saat menghadiri pertemuan G-8 di Hokkaido, Jepang dalam beberapa hari mendatang antara negara maju yang tergabung dalam G-8 ditambah delapan negara lainnya, ia akan menyampaikan harapannya agar krisis harga minyak mentah ini dibicarakan secara mendalam, tanpa perlu mengambil sikap saling menyalahkan. "Jangan saling menyalahkan," kata Yudhoyono, sambil mengatakan pembicaraan ini tidak hanya harus diikuti oleh produsen anggota OPEC, tapi juga melibatkan pihak-pihak lainnya, seperti Rusia serta perusahaan-perusahaan multinasional. "Bukan hanya OPEC atau Arab Saudi saja, tapi juga Rusia serta perusahaan multinasional," kata Yudhoyono yang pada Selasa malam membuka Kongres PGRI ke-20 di Palembang. Dicontohkannya, harus dibicarakan apakah produksi minyak dunia masih bisa ditingkatkan atau tidak, dan kalau produksi tidak bisa ditambah lagi, maka konsumsilah yang harus dikurangi atau ditekan. Dalam kesempatan ini, Presiden kembali menyampaikan harapannya kepada para ahli untuk terus melakukan penelitian terhadap sumber-sumber energi alternatif seperti biofuel. (*)
Copyright © ANTARA 2008