Jakarta (ANTARA) - Pengamat ekonomi yang juga Dekan FEUI, Bambang Brodjonegoro, menghimbau agar penetapan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) harus memperhatikan daya beli masyarakat, agar tidak mengurangi konsumsi rumah tangga yang pada akhirnya memangkas pertumbuhan ekonomi. "Pertumbuhan ekonomi di Indonesia hingga saat ini masih mengandalkan pada konsumsi rumah tangga," kata Bambang di Jakarta, Rabu. Menurutnya, usulan PTKP pemerintah sebesar Rp15,8 juta per tahun atau sekitar Rp1,3 juta per bulan dianggap terlalu rendah, karena harga barang-barang kebutuhan di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya terus meningkat. "Dengan angka itu pajaknya kan cuma lima persen, tidak signifikan. Bukankah lebih baik tingkatkan 'saving' domestik. Jangan sampai ada kesan orang miskin dipajaki," katanya. Pembahasan PTKP di tingkat Pansus PPh (Pajak Penghasilan) DPR masih belum menemukan kata sepakat, karena sebagian besar fraksi mengusulkan batasan minimal Rp24 juta per tahun. Dia mengatakan, daripada mengusulkan besaran yang cukup rendah itu, pemerintah sebaiknya menyepakati usulan DPR dan menambahkan komponen-komponen yang bisa menjadi pengurang penghasilan kena pajak. "Mungkin bisa dipertimbangkan tidak hanya jumlah anak, tetapi juga kondisi dan latar belakang anak," katanya. Selain itu, tambahnya, intensifikasi penerimaan jelas harus dilakukan terutama pada wajib pajak-wajib pajak besar. "Hati-hati dengan 'transfer pricing," jelasnya Menurutnya, ekstensifikasi yang dilakukan untuk menambah basis pajak bisa berhasil pada 2-3 tahun pertama, dan setelah itu ekstensifikasi mutlak harus dilakukan. Sementara itu, Deputi BPS Bidang Statistik Sosial, Arizal Ahnaf, mengungkapkan, dirinya mendukung jika penetapan PTKP mempertimbangkan daya beli masyarakat. "Jika itu memang menjadi dasar pertimbangan, mungkin bisa juga dipertimbangkan penetapan PTKP secara wilayah karena Rp1,3 juta di Jakarta mungkin kecil nilainya, tetapi di daerah lainnya itu nilai yang besar," katanya. Sehingga, kata dia, penetapan PTKP nantinya bisa dilakukan dengan mempertimbangkan upah minimum regional di satu wilayah. Meskipun demikian, dia mengakui bahwa kelayakan hidup seseorang tidak dapat ditentukan pada nominal tertentu. "Tetapi kan wajar punya sedikit kelebihan," katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2008