Korporasi juga bisa dijerat pada kasus pembakaran hutan dan lahan, ditambah tuntutan pencabutan izin apabila kesalahan korporasi dapat dibuktikan sesuai fakta persidangan berdasarkan alat bukti

Padang (ANTARA) - Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat (Sumbar) Priyanto, menegaskan pihaknya akan memberikan tuntutan hukum maksimal kepada para pelaku pembakaran hutan dan lahan di provinsi itu sebagai efek jera.

"Kami serius dengan persoalan kebakaran hutan dan lahan ini, tuntutan maksimal untuk para pelaku adalah opsi yang disiapkan," kata Kepala Kejati Sumbar Priyanto didamping Asisten Pidana Umum Fadlul Azmi, di Padang, Senin.

Tuntutan hukuman maksimal itu dengan pengertian pasal yang menjerat pelaku memuat ancaman pidana minimal empat tahun, dan maksimal 15 tahun penjara.

Meskipun demikian, ia mengatakan hal tersebut tetap mempertimbangkan fakta dan bukti, serta memenuhi rasa keadilan.

"Dalam memberikan tuntutan jaksa akan melihat hal-hal yang memberatkan atau meringankan seorang terdakwa, jika memang banyak yang memberatkan dan tidak ada yang meringankan maka di situ tuntutan maksimal dapat diberikan," katanya.

Baca juga: 53 hektare hutan di Pesisir Selatan terbakar

Baca juga: ACT Sumbar kirim relawan bantu penanganan dampak asap Riau

Baca juga: Asap Sumatera Barat diprakirakan makin pekat Senin siang

Priyanto juga mengatakan korporasi juga bisa dijerat pada kasus pembakaran hutan dan lahan, ditambah tuntutan pencabutan izin apabila kesalahan korporasi dapat dibuktikan sesuai fakta persidangan berdasarkan alat bukti.

Sikap tegas kejaksaan tersebut juga telah diinstruksikan kepada jajaran di masing-masing kabupaten dan kota.

Mengingat kasus pembakaran hutan dan lahan mengganggu, berdampak, dan dirasakan efeknya oleh masyarakat secara luas.

Sementara Fadlul Azmi, mengatakan ada satu kasus terkait pembakaran hutan dan lahan yang akan ditangani terjadi di Nagari Saniang Baka, Kecamatan Sepuluh Koto Singkarak, Kabupaten Solok.

Kasus itu ditangani oleh pihak Kepolisian Resor setempat, dan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) telah diterima kejaksaan dari polisi pada 17 September 2019.

"Untuk kasus ini kami sifatnya menunggu penyerahan berkas dari polisi, nanti berkas itu akan diteliti apakah sudah lengkap atau belum," katanya.

Perbuatan para tersangka dijerat dengan pasal 40 ayat (1) UU nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam, Hayati dan Ekositemnya terhadap Perlindungan Satwa, UU 41 tahun 1999 tentang kehutanan.

Kemudian juga pasal 94 ayat (1) huruf a, b, c, Undang-undang nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, Jo 55 KUHP.

Pasal 94 ayat (1) memuat sanksi pidana penjara paling singkat 8 tahun, paling lama 15 tahun, pidana denda paling sedikit Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah), dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

Pewarta: Laila Syafarud
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019