Jakarta (ANTARA News) - Artalyta Suryani, terdakwa kasus dugaan suap 660.000 dolar Amerika Serikat (AS) kepada jaksa Urip Tri Gunawan, mengaku menghubungi sejumlah petinggi di Indonesia sebelum tertangkap oleh petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2 Maret 2008. "Jujur, ada," kata Artalyta, menanggapi pertanyaan majelis hakim Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Senin, tentang adanya hubungan telepon antara Artalyta dengan sejumlah pejabat sebelum tertangkap oleh KPK. Pada 2 Maret 2008, KPK menangkap jaksa Urip Tri Gunawan di sekitar rumah yang berlamat di Jalan Terusan Hanglekir Blok WG nomor 9, Simprug, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Urip diduga menerima uang senilai 660.000 dolar AS, atau lebih dari Rp6 miliar di dalam rumah tersebut. KPK juga menangkap Artalyta Suryani yang diduga sebagai pemberi uang. Sebelum tertangkap, Artalyta menelpon Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), Untung Uji Santoso. Rekaman percakapan keduanya terungkap dalam persidangan. Akibatnya, Untung dicopot dari jabatannya. Artalyta mengakui ada pejabat atau petinggi lain yang dia hubungi, namun, dia memohon kepada majelis hakim yang diketuai oleh Mansyurdin Chaniago untuk tidak mendesak siapa pejabat yang dihubunginya. Artalyta juga keberatan jika rekaman pembicaraannya dengan sejumlah pejabat itu diputar di muka sidang. "Nanti kalau diputar akan jadi bias lagi," katanya. Artalyta mengakui hal itu dalam pemeriksaan terhadap dirinya sebagai terdakwa dalam kasus dugaan pemberian uang 660.000 dolar AS kepada jaksa Urip Tri Gunawan. Pemberian uang itu diduga terkait kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang dihentikan penyelidikannya oleh Kejaksaan Agung dua hari sebelum penangkapan. Urip adalah ketua tim jaksa penyelidik salah satu kasus BLBI yang menjerat pengusaha Sjamsul Nursalim. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008