Industri pariwisata kini telah memasuki era digitalisasi atau biasa disebut Pariwisata Digital 4.0

Purwokerto (ANTARA) - Pengamat pariwisata dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Chusmeru mengatakan pemerintah daerah perlu melakukan adaptasi terhadap perkembangan wisata digital agar tidak tertinggal dalam mengembangkan pariwisata di wilayahnya masing-masing.

"Industri pariwisata kini telah memasuki era digitalisasi atau biasa disebut Pariwisata Digital 4.0. Oleh sebab itu, pemerintah daerah perlu melakukan adaptasi terhadap perkembangan wisata digital," katanya di Purwokerto, Jawa Tengah, Minggu.

Chusmeru mengatakan, ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam menghadapi pariwisata digital 4.0. "Pertama, berkaitan dengan destinasi digital. Pemerintah daerah tidak cukup hanya menyediakan spot foto yang instagramabel saja di objek wisata. Biasanya, objek wisata yang hanya mengandalkan spot foto instagrambel sulit mengundang wisatawan untuk kembali berkunjung," katanya.

Menurut dia, objek wisata harus selalu melakukan pemutakhiran secara berkala agar selalu ada hal baru yang bisa dinikmati wisatawan.
"Dengan demikian, setiap wisatawan yang berkunjung untuk kedua kalinya, ada perubahan, baik dalam hal spot foto maupun atraksi di objek wisata," katanya.

Kedua, kata dia, berhubungan dengan wisatawan digital atau biasa disebut wisatawan milenial. "Hal ini berkaitan dengan 'big data' tentang perilaku dan pergerakan wisatawan dengan menggunakan internet. Pemerintah daerah perlu mengenali kebiasaan wisatawan dalam menggunakan internet untuk kepentingan reservasi hotel, transportasi, maupun kuliner. Segala informasi terkait wisata selalu dicari secara digital," katanya.

Ketiga, kata dia, adalah terkait dengan pentingnya promosi digital. "Pemerintah daerah perlu menyiapkan sumber daya manusia yang dapat mengenalkan dan menawarkan objek dan daya tarik wisata di daerah melalui media sosial," katanya.

Dia menambahkan, ada beberapa pertimbangan, mengapa promosi digital dianggap penting. Pertama, karena promosi digital lebih murah dibanding promosi konvensional. "Promosi bisa dilakukan di belakang meja, tanpa harus mengunjungi satu persatu wisatawan," katanya.

Kedua, kata dia, promosi digital lebih cepat penyebarannya dibanding dengan promosi konvensional. "Dalam hitungan detik, satu destinasi bisa dikenalkan ke berbagai penjuru dunia. Selain itu, setiap saat, informasi seputar objek wisata juga bisa diperbaharui," katanya.

Baca juga: Menhub kebut konektivitas pariwisata di Joglosemar
Baca juga: Pemkab Banjarnegara tingkatkan infrastruktur jalan menuju Dieng

Pewarta: Wuryanti Puspitasari
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019