Jakarta, (ANTARA News)- Kurs rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antar bank Jakarta, Senin sore, turun tajam 20 poin menjadi Rp9.225/9.230 per dolar AS dibanding penutupan akhir pekan lalu Rp9.205/9.215, karena pelaku pasar masih aktif membeli dolar AS. "Penurunan rupiah sebesar 20 poin itu, karena sentimen negatif pasar masih sangat tinggi, terutama akibat menguat harga minyak mentah dunia yang mencapai 141 dolar AS lebih," kata analis valas PT Bank Himpunan Saudara Tbk, Rully Nova di Jakarta, Senin. Menurut dia, koreksi terhadap rupiah yang berlangsung dua hari (Jumat dan Senin) dinilai wajar, setelah mengalami kenaikan yang cukup tajam dan sempat berada di bawah angka Rp9.200 per dolar AS. Jadi tidak ada masalah terhadap rupiah, karena mata uang lokal itu masih stabil dan dalam kondisi yang aman, ucapnya. Koreksi terhadap rupiah, lanjut dia terutama disebabkan bursa Wall Street melesu yang menekan bursa regional, akibat menguat harga minyak mentah dunia. Kenaikan harga minyak mentah dunia itu terjadi akibat kawasan Timur Tengah yang kembali memanas antara Israel dan Iran, katanya. Kondisi ini, menurut dia tidak berlangsung lama, karena investor asing saat ini sangat berminat menginvestasikan dananya di pasar domestik, apalagi kecenderungan pasar, bahwa Bank Indonesia (BI) kemungkinan akan kembali menaikkan suku bunga acuan, akibat inflasi Juni yang masih tinggi. Karena itu, para pelaku pasar sedang menunggu laporan bulanan dari Badan Statistik Pusat (BPS) apakah benar laju inflasi Juni masih tinggi, katanya. Ia mengatakan, rupiah diperkirakan tidak akan bergerak lebih jauh, karena Bank Indonesia (BI) menginginkan rupiah tetap berada dibawah angka Rp9.300 per dolar AS. Karena pada level tersebut, rupiah dinilai cukup stabil, ujarnya. BI tetap melakukan pemantauan di pasar agar rupiah tetap di bawah angka Rp9.300 per dolar AS, apalagi BI memiliki cadangan devisa yang cukup besar untuk menahan tekanan terhadap rupiah. (*)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008