Gerakan ini lahir dari keprihatinan atas neraca perdagangan ekspor impor komoditas pangan
Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Majlis Ulama Indonesia sekaligus Wakil Presiden RI terpilih 2019-2024 Ma’ruf Amin bersama Pusat Inkubasi Bisnis Syariah (PINBAS) MUI mencanangkan Gerakan Nasional Kedaulatan Pangan (GNKP) untuk umat pada Sabtu di Hotel Sahid, Jakarta.
Gerakan ini lahir dari keprihatinan atas neraca perdagangan ekspor impor komoditas pangan pada semester pertama 2019. Ekspor dari Januari hingga Juni 2019 hanya sebanyak 14,9 ribu ton, senilai Rp 171 miliar. Sedangkan nilai impor tanaman pangan dari Januari hingga Juni 2019 hanya sebanyak 8 juta ton senilai Rp 35,5 triliun.
Baca juga: Ma'ruf Amin : ketimpangan impor pangan masih besar
Menurut Azrul Tanjung selaku Direktur PINBAS MUI jika dihitung secara matematis, nilai ekspor tidak ada 1 persen dari nilai impor kita. Kebutuhan pangan, hampir 100 persen masih dicukupi oleh komoditi pangan negara lain.
"Padahal, dalam wacana Arus Baru Ekonomi Indonesia yang diusung oleh Ma’ruf Amin yang akan dilantik sebagai Wakil Presiden RI 2019-2024, pertumbuhan ekonomi tidak hanya sekedar mencapai equality (kesamaan perlakuan), melainkan keadilan untuk mendapatkan apa yang dibutuhkan agar memperoleh kesempatan untuk memperbaiki kualitas hidup yang adil (equity)," katanya.
Tentunya, equity akan tercapai ketika ada kebijakan melalui redistribusi, hibah, subsidi, kemitraan, dan proses fasilitasi dalam gerakan nasional kedaulatan pangan ini, tuturnya.
Baca juga: DPD ajak kawal RUU Kedaulatan Pangan agar tidak impor
Gerakan Nasional Kedaulatan Pangan (GNKP) ini untuk mendorong segera terwujudnya cita-cita kedaulatan pangan bagi umat. Setidaknya, terdapat tujuh prasyarat utama untuk menegakkan kedaulatan pangan. Antara lain pembaruan agraria, adanya hak akses rakyat terhadap pangan, penggunaan sumber daya alam secara berkelanjutan, pangan untuk pangan dan tidak sekadar komoditas yang diperdagangkan, pembatasan penguasaan pangan oleh korporasi, melarang penggunaan pangan sebagai senjata, serta pemberian akses ke petani kecil untuk perumusan kebijakan pertanian.
Satu aspek fundamental untuk mencapai equity adalah kebutuhan pokok bagi rakyat. "Sangat sulit dibayangkan bagaimana suatu negara dapat berdaulat penuh secara ekonomi, apabila kebutuhan pokok rakyatnya, khususnya pangan, masih "tergantung" pada negara lain," ujarnya.
Ketergantungan tersebut dapat berbentuk ketergantungan dalam pasokan, ketergantungan teknologi, bahkan ketergantungan pola konsumsi dan gaya hidup. Sungguh berbahaya bagi ketahanan nasional, apabila negara berpenduduk banyak seperti Indonesia tidak berdaulat sama sekali dalam pangan.
Baca juga: Menteri PUPR: Pemerintah prioritaskan ketahanan air dan pangan
Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019