Surabaya,(ANTARA News) - Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Mohammad Nuh membantah kabinet di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wakil Presiden H Jusuf Kalla (JK) telah "terpecah" terkait ucapan "sontoloyo" yang dilontarkan Kepala BIN Syamsir Siregar kepada menteri-menteri yang dianggap tidak loyal. "Kalau pak Syamsir bilang ada menteri sontoloyo, maka hal itu merupakan 'warning' kepada kita semua, tapi saya kira nggak ada pengaruhnya kepada kabinet. Kabinet kali ini tidak terpecah, bahkan sangat hangat," katanya dalam pertemuan dengan wartawan di Surabaya, Minggu. Ia mengemukakan hal itu menanggapi pernyataan Syamsir Siregar tentang posisi menteri yang mendua, karena mereka sebagai menteri dianggap mendukung Presiden Yudhoyono untuk menaikkan harga BBM, namun mereka sebagai pimpinan parpol justru menentang dengan munculnya Hak Angket DPR. "Tapi, saya kira kehangatan ada di dalam kabinet SBY-JK, karena presiden memang mempersilahkan kepada para menteri untuk membagi waktu antara jabatan sebagai menteri dan pimpinan partai, asalkan tidak merugikan rakyat," katanya usai kunjungan kerja ke Pesantren Mahasiswa Al-Hikam, Malang untuk membuka Pelatihan Penulis Pesantren se-Jatim. Menurut mantan rektor ITS Surabaya itu, pemerintah juga tidak pernah melarang mahasiswa untuk berunjukrasa, termasuk menyikapi kebijakan kenaikan BBM, asalkan aksi unjukrasa yang dilakukan tidak berbuntut anarkhis seperti aksi unjukrasa pada 24 Juni lalu. "Aksi yang anarkis pada 24 Juni lalu menjadi peringatan bagi kita semua bahwa mahasiswa merupakan moral force yang independen, obyektif, dan mengutamakan nilai-nilai," kata menteri yang `arek Suroboyo` itu. Namun, katanya, posisi mahasiswa sebagai moral force akhirnya ternoda pada 24 Juni lalu akibat penyusupan dari kelompok non-mahasiswa yang memiliki tujuan jangka pendek. "Karena itu, mahasiswa hendaknya mawas diri agar jangan sampai dimanfaatkan, disusupi, atau ditunggangi kelompok lain. Dalam aksi pada 24 Juni lalu, polisi hanya menangkap empat mahasiswa, sedangkan lainnya dari kelompok yang `memanfaatkan` mahasiswa," katanya. (*)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008