Purwakarta (ANTARA) - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj menilai pemerintah kurang serius dalam memerangi radikalisme karena selama ini cukup marak kegiatan radikal di tanah air.

"Ketegasan harus ada dalam mengatasi radikalisme," katanya saat konferensi pers Rapat Pleno PBNU di Pondok Pesantren Al Muhajirin 2 Kabupaten Purwakarta, Jumat.

Ia mengakui kalau pemerintah telah membubarkan organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), karena menyebarkan ajaran yang bertentangan dengan Pancasila, pihaknya mengapresiasi hal tersebut, tetapi pencabutan legalitas organisasi HTI harus dikawal oleh aparat penegak hukum, yakni pihak kepolisian.

Menurut dia, dari pihak kepolisian saat ini terkesan kurang serius dalam menangani aksi radikalisme. Bahkan terkesan ada pembiaran atas aksi radikalisme.

Hal itu disampaikan menyusul cukup banyaknya aksi atau kegiatan radikal di tanah air, seperti aksi mengadu domba tokoh nasional, adu domba para kiai dan ulama serta hal lainnya.

"Jadi pada kesempatan ini, NU meminta pihak kepolisian lebih tegas lagi dalam menangani aksi-aksi radikal, bukan hanya HTI," kata Said.

Ia menyampaikan agar tidak ada toleransi bagi kelompok atau pribadi yang melakukan aksi radikal, karena dikhawatirkan akan merusak nilai-nilai kebangsaan.

Sementara itu, pembukaan Rapat Pleno PBNU yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Al Muhajirin Purwakarta mulai Jumat hingga Minggu (20/9) ditandai dengan pemukulan bedug oleh Mustasyar PBNU KH Ma'ruf Amin yang juga Wakil Presiden terpilih.

“Dengan ucapan bismillahirrahmanirrahim, rapat pleno PBNU untuk menghadapi Muktamar NU ke-34, dengan ini saya nyatakan dibuka dengan resmi,” kata Kiai Ma’ruf.

Baca juga: PBNU siap bantu Jokowi atasi radikalisme, kesenjangan ekonomi dan SDM
Baca juga: PBNU dukung pemberantasan radikalisme yang berkemanusiaan
Baca juga: PBNU bahas kaitan radikalisme dengan kesenjangan ekonomi

Pewarta: M.Ali Khumaini
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019