Kendari (ANTARA News) - Bagi pengecer minyak tanah dalam Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) yang terbukti menetapkan harga jual di atas harga eceran tertinggi (HET) Rp1.350/liter, akan dikenakan pemutusan hubungan kerja (Penalti) dengan pangkalan.
Tindakan penalti tersebut dilakukan karena warga mengeluhkan harga minyak tanah yang diperjual belikan di atas harga HET yakni Rp4.000/liter, kata Kasubdin Energi dan Kelistrikan Dinas Pertambangan Sultra, Andi Azis di Kendari, Sabtu.
Menurut dia, jika harga minyak tanah dalam kota mencapai Rp4.000/liter adalah hal yang tidak wajar sebab wilayah penyalurannya sangat dekat dengan Depo Pertamina Kendari, sehingga perlu ada peringatan tegas bagi mereka yang hanya mengejar keuntungan sementara barang yang dijual adalah bersubsidi.
"Kami telah bersurat kepada walikota/bupati, tentang pengawasan tata niaga BBM, untuk memantau pendistribusian BBM di daerahnya masing-masing, sehingga barang bersubsidi tersebut bisa dirasakan langsung masyarakat," ujarnya.
Pihaknya mengaku terus melakukan pemantauan di lapangan, namun sejumlah pengecer yang menjual minyak tanah bersubsidi di atas HET, belum mendapatkan tindakan yang nyata.
Andi mengatakan, faktor lain yang menyebabkan harga minyak tanah mencapai Rp4.000/liter, karena penyebaran pangkalan minyak di 12 kecamatan se Kota Kendari tidak merata.
Sehingga, lanjut Andi, pengecer yang membeli langsung dari pangkalan terpaksa mengeluarkan biaya tambahan, karena harus menggunakan kendaraan angkutan.
"Idealnya, harga minyak tanah bersubsidi tersebut Rp3.500/liter," ujarnya.
Salah seorang warga Kecamatan Puuwatu Kendari, Ny Lela mengaku, harga minyak tanah per liter sudah hampir sama dengan harga satu liter beras, namun bedanya, beras mudah didapatkan sedangkan minyak tanah kadang kesulitan.
"Kalau minyak ini bersubsidi kenapa masih dijual mahal di masyarakat," ujarnya.
Pihaknya berharap, pendistribusian minyak tanah sebaiknya betul-betul diperhatikan sehingga bisa dirasakan langsung masyarakat, bukan disalurkan kepada pihak yang ingin meraup keuntungan dari barang bersubsidi.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008