Pasal dalam RKUHP itu mengatakan jika terjadi gelandangan dan pengemis, maka akan dikirim ke rumah panti, dididik menjadi orang bekerja."

Jakarta (ANTARA) - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly mempertanyakan mengapa pasal penggelandangan di RKUHP baru diributkan sekarang.

Padahal sejak dulu masyarakat tidak ribut soal pasal pidana terkait gelandangan padahal sudah ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Baca juga: Mensos sebut ada "mafia" di balik gepeng

Baca juga: Populasi gelandangan dan pengemis diperkirakan 77.500

Baca juga: Dinsos Palembang amankan gelandangan pengemis bermodus gerobak

Baca juga: Dinsos Pekanbaru gencar razia gelandangan dan pengemis saat Ramadhan

"Mengapa tidak ribut kita dulu dalam gelandangan dapat dipidana? Ada rupanya eksploitasi besar-besaran tentang penggelandangan sampai sekarang?" kata Yasonna.

Yasonna menilai justru menurutnya peraturan terkait gelandangan diperbaiki dalam Rancangan KUHP yang baru.

"Pasal dalam RKUHP itu mengatakan jika terjadi gelandangan dan pengemis, maka akan dikirim ke rumah panti, dididik menjadi orang bekerja," ujar dia.

Baca juga: Surabaya pulangkan 81 penyandang masalah sosial ke daerah asal

Baca juga: Tim gabungan razia 4 pengemis, 10 gelandangan, 21 orang gila di Medan

Baca juga: Satpol PP Rejang Lebong gencarkan razia gepeng

Ia mengklaim bahwa RKUHP lebih manusiawi ketimbang KUHP yang lama. Apalagi di dalam pembahasannya melibatkan mantan Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia, Harkristuti Harkrisnowo.

"Di dalam pembahasannya ada Profesor Tuti selaku mantan Dirjen HAM, yang sangat pro gender," kata Yasonna.

Menurut Yasonna, datangnya kecurigaan bahwa RKUHP dapat mempidana gelandangan dan pengemis adalah ilusi yang diciptakan saat ada perbaikan aturan di dalam KUHP itu yang menurutnya lebih berat hukumannya.

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019