Tanjungpinang (ANTARA) - Lembaga swadaya masyarakat Komunitas Diskusi Anti 86 (LSM Kodat 86) mempertanyakan penyelidikan terhadap pertambangan bauksit di Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau.
Ketua LSM Kodat 86 Ta'in Komari di Tanjungpinang, Jumat, mengingatkan penyidik Kejati Kepri serius menangani pertambangan bauksit ilegal Bintan.
Sejak Mei 2019 sampai sekarang, kata dia, belum terdengar perkembangan dari penyelidikan kasus tersebut.
Baca juga: KLHK serahkan hasil penyelidikan ke Kejati Kepri
Berbagai persepsi negatif justru bermunculan akibat penanganan kasus tersebut yang dinilai kurang transparan.
"Kami memantaunya. Kami yakin masyarakat juga memantaunya," tegasnya.
Ta'in sejak awal lebih tertarik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menangani kasus pertambangan bauksit ilegal. Alasannya, kasus itu diduga menyangkut nama sejumlah pejabat di Kepri dari berbagai institusi.
Ia pun pada bulan April 2019 melaporkan kasus pertambangan bauksit ilegal itu ke KPK, termasuk dugaan gratifikasi izin angkut dan jual bauksit yang melibatkan pejabat di Pemkab Bintan dan Pemprov Kepri.
Baca juga: Mendorong negara berantas pertambangan bauksit ilegal
KPK tertarik menangani kasus itu. Buktinya, beberapa kali Ta'in dipanggil oleh KPK untuk menjelaskan sejumlah data yang diberikan.
"Kami akan berkoordinasi dengan KPK agar penanganan kasus pertambangan bauksit ini dipantau secara intensif," katanya.
Pertambangan bauksit ilegal di Bintan, menurut dia, berlangsung masif.
Aksi pertambangan bauksit pda tahun 2018 s.d. 2019 tidak memberi kontribusi pada pendapatan daerah, justru menambah beban daerah akibat lahan rusak, hutan, dan pencemaran lingkungan.
Baca juga: Pulau-pulau di Bintan terancam akibat tambang ilegal
Sampai saat ini, kata dia, tidak tampak smelter yang akan dibangun oleh PT GBA yang mendapatkan kuota ekspor bauksit seberat 1,6 juta ton.
"Ini bukan pengalaman buruk pertama bagi Bintan, melainkan sejak Ansar Ahmad menjadi Bupati Bintan," tegasnya.
Pewarta: Nikolas Panama
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019