Menurut dia era revolusi industri 4.0 telah mengubah perilaku masyarakat dalam berbelanja.
"Pola konsumsi konvensional – pembeli dan penjual bertransaksi tatap muka – mulai bergeser kepada cara yang lebih praktis dan cepat dengan memanfaatkan fasilitas internet," kata Puji di Jakarta, Kamis.
Perilaku ini mengakibatkan menjamurnya toko-toko online, e-commerce dan marketplace.
Perputaran uang lewat platform ini cukup fantastis. Bank Indonesia menyebutkan bahwa di tahun 2019 ini, jumlah transaksi e-commerce per bulannya mencapai Rp11–13 triliun.
Bahkan nilai pasar e-commerce Indonesia dinilai akan mencapai sekitar Rp 910 triliun pada 2022 (proyeksi McKinsey & Co). Bisa dikatakan, angka tersebut meningkat delapan kali lipat dibandingkan 2017 yang nilainya sekitar Rp 112 triliun.
Kian berkembangnya e-commerce dan potensinya yang sangat besar ini perlu dijaga dan dimanfaatkan. Tak hanya bagi Pemerintah, tapi masyarakat secara luas.
Sementara itu hasil riset TEMPO menyebutkan Pengguna e-commerce di Indonesia masih di dominasi oleh perempuan. Untuk daerah, Jawa masih menjadi konsentrasi kegiatan ekonomi digital. Hal ini berdasarkan survey yang dilakukan oleh tim Pusat Data dan Analisa Tempo dengan Responden yang didominasi usia mapan, berkisar dari 25 - 35 tahun.
Hasil riset yang dilakukan Tempo juga memperlihatkan dua e-coomerce yang paling diingat oleh responden atau menjadi Top Of Mind adalah Tokopedia dan Shopee, begitu pula e-commerce yang paling sering dikunjungi memperlihatkan bahwa Tokopedia dan Shopee jauh mengungguli e-coomerce lainnya.
Jika dipisah secara gender, Shopee kuat di kalangan perempuan, sedangkan Tokopedia kuat di kalangan laki-laki. Sementara itu, yang menarik, di kalangan laki-laki, Bukalapak dan Shopee memiliki perbedaan persentase yang tidak terlalu jauh. Mayoritas responden pernah melakukan pembelian di Tokopedia dan Shopee.
Dalam diskusi Ngobrol@Tempo bertajuk “Kontribusi e-Commerce pada Pertumbuhan Ekonomi” diharapkan manfaat e-commerce yang sangat besar ini bisa berkontribusi pula pada pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Ekonom INDEF Bhima Yudhistira menegaskan,”Peran e-commerce dalam mendorong perekonomian tidak bisa dinafikan meskipun kontribusinya masih kecil.
Hasil riset INDEF pada tahun 2018 menunjukkan bahwa keberadaan e-commerce mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 0,71 persen. Untuk meningkatkan kontribusi e-commerce diperlukan porsi yang lebih besar dari produk lokal, pemerataan akses dan kualitas Internet, serta penguatan sistem logistik nasional.”
Sedangkan Sekretaris Deputi Bidang Pembiayaan, Kementerian Koperasi dan UKM Sutarjo mengatakan, permasalahan utama era perdagangan bebas dan era revolusi industri 4.0 akan berdampak terhadap ekosistem UMKM dan Koperasi, dan mengikutinya terjadi perubahan strategi bisnis yang mendasar.
Di sisi lain sebagian besar Koperasi dan UMKM (KUMKM) belum siap bersaing dengan kendala utama keterbatasan akses pemasaran, keterbatasan akses permodalan, perizinan usaha belum satu pintu, dan terbatasnya riset dan pengembangan produk KUMKM.”
Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019