Jakarta (ANTARA) - Ketua Departemen Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Dr. dr. Agus Dwi Susanto, Sp.P. (K) menjelaskan sifat iritatif dan oksidatif yang dihasilkan oleh kandungan vape menjadi alasan rokok elektrik ini berbahaya.
"Uap yang dihasilkan oleh rokok elektrik mengandung partikel halus seperti halnya asap yang dibakar oleh rokok konvensional yang dikenal sebagai particulate matter (PM). Partikel halus itu bersifat toksik merusak jaringan atau bersifat iritatif," kata Agus ketika dihubungi ANTARA di Jakarta, Kamis.
Agus menegaskan bahwa partikel halus tersebut dapat menyebabkan gangguan saluran pernapasan dan dapat masuk ke pembuluh darah hingga menganggu kinerja syaraf.
Baca juga: Promosi Vape lebih aman dari rokok konvensional dinilai tidak jujur
Dalam laman resmi EPA (Badan Kesehatan Amerika Serikat) PM 2.5 atau partikel yang berukuran kurang dari diameter 2.5 mikrometer merupakan partikel yang paling berbahaya bagi kesehatan khususnya paru-paru.
Agus mengatakan bahwa sifat oksidatif juga menjadi alasan vape berbahaya. Adanya pertukaran bahan-bahan cairan vape yang telah berubah menjadi uap dengan oksigen lewat pembakaran tidak dapat disangkal.
Menurut Agus, kandungan partikel halus uap vape tersebut ditemukan dalam penelitian CDC (Pusat Pengawasan dan Pencegahan Penyakit AS) terbukti merusak lapisan epitel dan alveola (bagian ujung paru-paru) saluran napas.
Kerusakan dua bagian tubuh tersebut menyebabkan acute respiratory distress syndrome (ARDS) atau kerusakan akut pada kedua paru-paru.
Baca juga: Benarkah rokok elektrik tidak bahaya?
Dalam jangka pendek keluhan yang dapat dirasakan oleh penderita ARDS akibat vape adalah sesak napas, nyeri dada, mual, dan diare.
Hingga saat ini, kata Agus, di Amerika telah terjadi 400 kasus kerusakan akut paru-paru akibat pengunaan vape. Hal ini menyebabkan enam orang meninggal dunia.
Bahaya lainnya yang dapat ditemui oleh pengguna vape adalah kecanduan nikotin dan terpapar bahan karsinogen yang merupakan pemicu sel kanker di dalam tubuh.
"Beberapa kandungan karsinogen dalam vape yang disinyalir seperti formaldehyide, kemudian nitrosamine, yang kalau dikonsumsi secara terus-menerus memicu kanker," kata dokter Agus.
Baca juga: Vape diklaim lebih aman daripada rokok
Oleh karena itu, dokter spesialis paru-paru itu mengimbau masyarakat lebih baik tidak menggunakan vape untuk mencegah kejadian serupa di Indonesia.
Sebelumnya, pada pekan lalu laporan The Washington Post menyebutkan 354 kasus penyakit paru-paru di 29 negara bagian Amerika Serikat yang dikaitkan dengan perilaku vaping.
Akibat hal itu, pemerintah Amerika Serikat mengumumkan rencana larangan penggunaan vape berasal buah dan mentol, atau hanya rasa tembakau yang diperbolehkan beredar.
Pewarta: Livia Kristianti
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019