Singapura (ANTARA NewsAFP) - Harga minyak turun di perdagangan Asia, Jumat, setelah mencapai rekor tinggi pertama kalinya 140 dolar AS per barel di New York dan London pada Kamis waktu setempat, menyusul pernyataan Presiden OPEC yang memperkirakan harga minyak bisa melonjak ke rekor lebih tinggi sekitar 170 dolar per barel. Kontrak berjangka minyak utama Mew York jenis light sweet untuk pengiriman Agustus turun 39 sen menjadi 139,25 dolar. Kontrak tersebut ditutup 5,29 dolar lebih tinggi pada rekor penutupan 139,64 dolar per barel Kamis di New York Mercantile Exchange (Nymex), setelah tembus 140,39 dolar. Untuk minyak mentah Laut Utara Brent pengiriman Agustus turun 48 sen ke posisi 139,35 dolar per barel. Di London pada Kamis, kontrak naik 5,50 dolar ke tingkat penutupan tinggi 139,83 dolar per barel setelah rekor tinggi 140,56 dolar dalam perdagangan yang hiruk-pikuk. "Saya memprediksikan kemungkinan harga antara 150 hingga 170 dolar pada musim panas ini. Itu (pasar) kemungkinan akan menurun sedikit pada akhir tahun," kata Presiden Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang juga Menteri Energi Aljazair, Chakib Khelil. Melonjaknya harga selain diakibatkan melemahnya dolar, juga dikarenakan faktor geopolitik, kata Chakib Khelil, dalam sebuah wawancara dengan saluran televisi 24 Perancis, seperti dikutip AFP. Jika ternyata permintaan minyak ekstra, maka OPEC akan melakukan apa yang diinginkan untuk memenuhi permintaan, katanya seraya menambahkan bahwa kecukupan minyak di dunia bisa untuk sekitar 50 tahun ke depan. Harga minyak mengalami kenaikan hampir dua kali lipat setahun terakhir, yang memicu adanya protes di antara negara konsumen dan juga para pekerja di seluruh dunia, dan menimbulkan kekhawatiran terhadap pertumbuhan ekonomi global. Harga minyak mentah meroket di tengah penurunan baru nilai dolar AS, yang membuat harga komoditi dalam denominasi dolar AS menjadi lebih murah untuk para pembeli yang menggunakan mata uang kuat. Dolar AS kembali melemah terhadap euro, sehari setelah Federal Reserve (Bank Sentral AS) mempertahankan tingkat suku bunga tidak berubah. Analis Barclays Capital mengatakan tingkat suku bunga di Amerika Serikat kemungkinan masih lebih rendah daripada suku bunga yang ditentukan Bank Sentral Eropa (ECB) untuk zona euro, sehingga membuat euro lebih menarik bagi para investor ketimbang dolar AS. (*)
Copyright © ANTARA 2008