Bandarlampung (ANTARA News)- Wakil Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PP Muhamadiyah, Jeffrie Geovanie, menyebutkan bahwa tingginya angka golongan putih (golput) atau kelompok masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan kepala daerah tidak perlu terlalu dikhawatirkan. "Selain itu, untuk kondisi sekarang ini, tidak relevan lagi hanya menyalahkannya pada partai politik saja atas rendahnya minat masyarakat untuk mengikuti pemilihan kepala daerah. Lagi pula, sudah ada alternatif pilihan dengan dibolehkannya calon perseorangan mengikuti pilkada," kata intelektual muda Partai Golkar itu, saat diminta tanggapannya di Jakarta, Rabu. Menurut Jeffrie, partisipasi pemilu yang diatas 50 persen selama ini sudah sangat bagus. " Kalau pada beberapa pilkada terdapat angka golput sampai 40 persen, maka hal itu sebenarnya tidak perlu terlalu dirisaukan," katanya. Dalam berbagai pilkada terakhir, seperti di Jawa Barat, Sumut dan Jateng, angka golput memang tinggi. Angka golput dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur Jawa Tengah 2008 mencapai 45,25 persen, sementara dalam pilkada gubernur dan wakil gubernur Sumut mencapai 41 persen dan Jawa Barat mencapai 32,6 persen. Ulasan penyebab tingginya angka golput itu bermunculan dari kalangan politisi dan pengamat, seperti calon kepala daerah yang diusung parpol kurang representatif, masyarakat kurang mendapatkan alternatif pilihan, KPU kurang melakukan sosialisasi dan masyarakat tidak antusias karena faktor kemiskinan yang makin parah. Menurut Jeffrie yang juga anggota Dewan Penasehat Lembaga Kajian CSIS itu, di negara yang sangat maju demokrasinya, seperti Amerika Serikat, angka partisipasi masyarakat yang mengikuti pemilu kadang kala tidak lebih dari 50 persen. "Harus juga diingat bahwa golput atau tidak menggunakan hak pilih adalah hak setiap orang di negara yang menganut demokrasi," katanya. Karena itu , ia menyebutkan angka golput yang tinggi dalam pilkada tidak perlu terlalu dikhawatirkan serta tidak relevan lagi menyalahkannya hanya pada partai politik saja. Dalam Pilkada Gubernur dan Wagub Jawa Tengah, Jaringan Pendidikan untuk Pemilih Rakyat (JPPR) menyebutkan angka golput yang tinggi disebabkan beberapa hal, seperti data pemilih yang buruk, apatisme masyarakat semakin tinggi, KPU kurang melakukan sosialisasi.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008